Review Buku Ronggeng Dukuh Paruk

Review Buku Ronggeng Dukuh Paruk – Buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menjadi salah satu buku Indonesia yang dikenal oleh masyarakat dunia. Buku ini pertama kali diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2003 dengan tebal 408 halaman. Pada mulanya buku tersebut merupakan triologi yang diterbitkan pada tahun 1982. Teriologi tersebut adalah Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Meski pada dasarnya buku ini memuat cerita lama, namun isi buku ini memuat alur cerita yang menarik meski membicarakan tentang etika dan budaya. Buku Dukuh Paruk hadir untuk mensisipkan pesan moral kepada para pembacanya melalui cerita yang menarik. Buku ini bercerita tentang semangat yang membara dari penghuni Dukuh Paruk yang kembali melonjak sejak Srintil dijadikan sebagai ronggeng baru setelah ronggeng sebelumnya sudah meninggal dua belas tahun lamanya. Bagi masyarakat dukuh yang kecil juga miskin serta terpencil, mereka tetap mencoba tampil bersahaja di mata masyarakat dengan sebuah perlambangan berbentuk ronggeng. Meski demikian, dukuh tersebut seolah-olah telah kehilangan jati diri aslinya.

Srintil pada akhirnya menjadi sosok yang sangat terkenal serta digandrungi oleh masyarakat karena kecantikannya yang menggoda. Semua lelaki ingin berada disamping ronggeng ini serta memilikinya. Tidak hanya diperebutkan oleh para lelaki dan tokoh desa, sosok ronggeng tersebut juga tekenal dan menjadi bahan yang diperebutkan oleh tokoh-tokoh di kabupaten. Namun terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan malapetaka dalam hal politik pada tahun 1965 sehingga dukuh tersebut hancur total dari aspek fisik sampai ke psikis. Dukuh tersebut akhirnya dibakar oleh pemerintah karena telah dianggap mengguncangkan negara. Tokoh ronggeng bersama para penabuh calung juga ditahan oleh aparat pemerintahan. Dan lagi-lagi kecantikannya membawa berkah tersendiri ketika ia di penjara yaitu tidak ada yang memperlakukan ia semenah-menah. Srintil pun mencoba untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah ia lakukan. Suatu hari ia bertemu Bajus yang merupakan pemain judi bola profesional yang sangat ia harapkan namun akhirnya dikecewakan dan Srintil kembali mengalami kehancuran.

Sudah ada film yang diadaptasi dari buku ini dengan judul “Sang Penari” yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah. Pemeran utama dalam film ini adalah Prisia Nasution dan Oka Antara. Film tersebut berhasil memenangkan empat piala citra sekaligus dan termasuk dalam 10 nominasi dalam festival film Indonesia tahun 2011. Menonton film tentunya memiliki ketertarikan dan nuansa yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan ketika membaca buku. Namun itu semua tetap kembali kepada minat masing-masing individu. Ada yang menganggap membaca buku lebih asik, serta ada pula yang lebih memilih untuk menonton film.
Beberapa perbedaan yang bisa dilihat dari film dengan bukunyanya adalah tampak ada kejadian yang ditampilkan dalam film kurang relevan dengan isi buku. Namun meski demikian, film yang diangkat dari buku ini memiliki penggemar yang cukup banyak. Buku Ronggeng Dukuh Paruk memiliki makna tersirat yang bisa diambil yaitu dengan menghindari sifat sombong meski ibarat ia memiliki kecantikan yang luar biasa hingga diperebutkan oleh masyarakat sekabupaten.

Triologi dari Ronggeng Dukuh Paruk sendiri sudah terbit dalam versi bahasa Jepang sejak tahun 1986. Selain itu, karena menariknya isi cerita yang diangkat, novel ini telah diteliti serta dijadikan bahan dalam penulisan skripsi oleh lebih dari 20 sarjana FSUI. Sehingga tidak heran jika banyak orang yang membicarakan kehebatan novel ini serta banyak sekali yang berminat untuk menerjemahkannya.

Review Buku Our Woman in Moscow
Buku informasi

Review Buku Our Woman in Moscow

Review Buku Our Woman in Moscow – Dalam “Our Woman in Moscow,” penulis terlaris Beatriz Williams membawakan prosanya yang bergaya namun mudah diakses ke sebuah novel spionase Perang Dingin dan sebuah keluarga yang terbagi karena kebetulan, pilihan, dan ideologi geo-politik. Aksi tersebut terjadi antara tahun 1940 dan 1952 di Amerika, Italia, Inggris dan Rusia.

Review Buku Our Woman in Moscow

 Baca Juga : Review Buku Snow Country Dari Sebastian Faulks

bookcafe – Cerita ini berkisah tentang dua saudara perempuan, yatim piatu di usia muda oleh penyakit orang tua dan bunuh diri. Kehilangan bersama dan perubahan dramatis dalam hidup mereka telah membuat para suster dekat— juara satu sama lain. Menambah minat plot, saudara perempuan adalah saudara kembar dan tampaknya sangat berbeda secara fisik dan di bawah kulit. Ruth berambut pirang, tinggi, dan percaya diri. Dia memegang posisi tinggi di dunia modeling mode New York yang glamor. Sister Iris berambut cokelat, mungil, dan tidak menonjolkan diri. Setelah kuliah dan perjalanan tahun 1940 ke Roma bersama saudara perempuannya, Iris membungkus identitasnya sebagai istri dan ibu tradisional.

Seperti dalam kehamilan, para suster berpisah tepat saat Perang Dunia II menyelimuti Eropa. Ruth mengevakuasi Italia. Iris telah jatuh cinta pada diplomat Amerika, Sasha Digby. Meskipun dia hampir tidak mengenalnya dan Ruth tidak mempermasalahkan ketidaksetujuannya terhadapnya, Iris memilih untuk tetap tinggal di Italia bersamanya. Perang terkutuk. Para suster berpisah dengan cara yang pahit. Dua belas tahun berlalu sebelum mereka melihat atau berkomunikasi satu sama lain.

Pada titik ini dalam narasi, para suster menjalani kehidupan yang terpisah dan sangat berbeda, seperti yang diceritakan dari sudut pandang masing-masing dalam bab yang disampaikan dengan lancar dan bergantian. Terlepas dari pemisahan mereka, persimpangan sedang bekerja, tidak terlihat oleh mereka — menarik bagi pembaca.

Ini adalah masa kejayaan Cambridge Spy Ring yang terkenal. Guy Burgess dan Donald Maclean, dua dari lima perwira tinggi intelijen Inggris yang memata-matai Soviet, adalah karakter dalam buku dan rekan suami Iris. Saya mengisyaratkan pengembangan plot di sini, daripada merusak cara bermainnya. Tapi mainkan itu, dan berperan penting dalam akhirnya menyatukan kembali para suster.

Iris berada di Moskow — di mana dia berada sejak 1948, ketika dia membelot ke Uni Soviet atas perintah suaminya, dengan anak-anaknya di belakangnya. Pada tahun 1952, Ruth berada di New York ketika dia menerima permintaan mendesak dari saudara perempuannya untuk bantuannya di Moskow, di semua tempat. Iris hamil lagi setelah hampir tidak selamat dari tiga kelahiran yang mengancam jiwa. Dia memohon Ruth untuk bersamanya untuk pengiriman. Ketika Ruth merasakan ada lebih banyak pekerjaan di sini daripada kelahiran seorang anak, seorang pria FBI misterius memasuki kehidupan dan plotnya.

Aksinya berputar, tidak pernah berhenti sampai mencapai kesimpulan yang tidak saya duga akan datang. Dengan tangan yang cekatan, penulis Williams memberikan plot twist yang menyenangkan di sepanjang buku. Saya menganggapnya sebagai bacaan yang cepat dan menarik dengan misteri, ketegangan di ujung kursi Anda, dan pada titik-titik, drama tinggi.

“Our Woman in Moscow” harus menyenangkan penggemar cerita spionase dan periode Perang Dingin, dan siapa pun yang tertarik dengan bagaimana dunia dan pandangan dunia yang terpolarisasi membekas secara berbeda pada anggota keluarga yang sama, bahkan kembar.

Penulis Jacksonville, Claudia N. Oltean saat ini sedang menyelesaikan dua buku seri fiksi sejarah yang dibuat selama Prohibition/the Roaring Twenties.

Share this:

Review Buku Snow Country Dari Sebastian Faulks
Buku Jurnalis

Review Buku Snow Country Dari Sebastian Faulks

Review Buku Snow Country Dari Sebastian Faulks – Jauh di tahun 2005 Sebastian Faulks menerbitkan sebuah buku berjudul Jejak Manusia yang menjadi yang pertama dalam set trilogi di Austria, sebagian besar aksinya berlatar di sanitorium bernama Schloss Seeblick, yang didirikan oleh dua peneliti-dokter muda.

Review Buku Snow Country Dari Sebastian Faulks

 Baca Juga : Review Buku Into The Forest 

bookcafe – Sekarang dia kembali ke tempat kejadian. Jarang dan menarik bagi seorang novelis untuk memelihara sebuah ide selama bertahun-tahun sambil menulis novel-novel lain yang umumnya mengagumkan tetapi sangat berbeda dalam interval tersebut.

Snow Country bersifat episodik tanpa plot yang kuat. Itu tergantung minatnya, yang cukup besar, pada karakter dan percakapan. Ini adalah buku eksplorasi pertanyaan tentang kesadaran manusia. Ini dimulai di Wina pada tahun 1906 dan meluas ke pertengahan tiga puluhan. Dua karakter terpenting adalah Anton, seorang jurnalis, dan Lena, seorang gadis miskin yang akhirnya bekerja sebagai staf House di Schloss.

Sebagai seorang pemuda yang pemalu, Anton mulai berjuang, pada awalnya hanya menjual artikel sesekali ke majalah atau surat kabar. Dia pemalu tanpa pengalaman wanita. Dia bertemu dan jatuh cinta dengan Delphine, seorang wanita Prancis beberapa tahun lebih tua dari dirinya. Dia memberinya kepercayaan diri yang dia kurang. Karirnya lepas landas. Pada tahun 1914 ia dikirim ke Paris untuk meliput pengadilan sensasional. Sementara dia di sana perang pecah, dan ketika dia kembali ke Wina Delphine telah menghilang. Dia tidak pernah belajar apa yang telah terjadi padanya dan rasa kehilangan akan mendominasi hidupnya.

Lena adalah putri Carina, seorang pelacur paruh waktu alkoholik di sebuah kota kecil dekat Schloss di Carinthia, empat jam dengan kereta api dari Wina. Dia adalah anak keenam Carina tetapi yang pertama tidak diasingkan ke panti asuhan. Kata-kata pertamanya dalam novel pada usia delapan tahun adalah “Perang. Apa artinya?” “Bagaimana mungkin saya mengetahuinya?” Jawab Carina. Bagaimana memang, pada tahun 1914, ada yang tahu? Berkat seorang penulis lokal yang tidak istimewa tapi baik hati yang mengira dia mungkin ayah Lena, dia belajar membaca dan menulis, mengembangkan bakat menggambar, dan menemukan pekerjaan di toko pakaian lokal. Saat dewasa, dia pindah ke Wina. Tidak yakin pada dirinya sendiri, kesepian, masih seorang asisten toko, dia hampir berselingkuh dengan seorang pengacara idealis, Rudolph, kemudian, seperti ibunya, minum terlalu banyak dan mengambil uang dari pengunjung pria. Akhirnya, dilanda rasa jijik pada diri sendiri,

Pada tahun 1933 Anton datang ke Schloss atas komisi dari sebuah majalah. Setelah berbicara dengan Martha – karakter yang luar biasa – dia meminta untuk tetap sabar. Dia masih terobsesi dengan hilangnya Delphine. Mungkin obat berbicara yang dipraktikkan di sana akan menyembuhkannya. Kembali di Wina, ia telah memiliki pelacur berpakaian sebagai Delphine, unavailingly. Kehadirannya mengganggu Lena; dia mengenalinya sebagai salah satu pengunjungnya di Wina.

Ada pesona dalam deskripsi kehidupan di Schloss dan dalam komitmen Martha untuk menyembuhkan melalui pembicaraan. Memang ada bagian-bagian di mana Schloss tampak indah, tetapi bagian-bagian ini dimainkan dengan latar belakang kecemasan dan ketakutan karena Sosial Demokrasi dihancurkan di Austria dan ada kesadaran yang mengerikan tentang yang lebih buruk untuk diikuti.

Faulks memberikan novelnya sebagai prasasti surat dari Joseph Roth kepada Stefan Zweig: “kita sedang hanyut menuju bencana besar. Mereka telah berhasil membangun pemerintahan kebiadaban. Jangan membodohi dirimu sendiri. Neraka memerintah.

”Saya berasumsi bahwa pemerintahannya akan berada di jantung gelap dari buku terakhir dari trilogi. Lena mengakhiri yang satu ini dengan bertanya “bagaimana jika ternyata itu semua hanya lelucon … Semuanya hidup sama sekali …” Seseorang menunggu untuk mengetahui apakah ada jawaban untuk itu. Saya percaya bahwa penantian tidak akan dekat selama interval antara buku pertama dan kedua dari trilogi. Sementara itu, hargai kecerdasan dan kemanusiaan Negeri Salju. Anton, ditanya apakah bukunya terjual dengan baik, mengakui tidak, tetapi tetap terjual jauh lebih baik daripada buku Dr Freud. Ada humor di sini juga, seperti di hampir semua novel bagus; dan ini sangat bagus.

Share this:

Review Buku Into The Forest
Buku Jurnalis

Review Buku Into The Forest

Review Buku Into The ForestBuku yang tak terhitung jumlahnya telah ditulis – dan film juga dibuat – tentang Ghetto Warsawa.  Itu melihat lebih dari 400.000 orang Yahudi memadati ghetto perkotaan terbesar yang dibuat oleh Nazi di Eropa, yang mengarah ke pemberontakan Yahudi pada April 1943 yang dihancurkan empat minggu kemudian. Itu adalah cerita yang harus diceritakan berulang-ulang.

Review Buku Into The Forest

 Baca Juga : ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump

bookcafe – Kantong-kantong perlawanan militan Yahudi juga muncul di ghetto-ghetto yang lebih kecil di seluruh Eropa timur tengah yang diduduki Nazi. Tapi cerita-cerita itu tidak begitu dikenal secara luas.

Into The Forest menceritakan salah satu dari mereka. Penulis Rebecca Frankel mendasarkan buku ini pada serangkaian wawancara mendalam dengan Tania dan Rochel Rabinowitz. Bersama orang tua mereka, Morris dan Miriam, mereka secara ajaib lolos dari likuidasi kedua ghetto Yahudi di Zhetel pada musim panas 1942. Saat ini kota kecil itu terletak di Dyatlovo, Belarus. Tapi itu kemudian menjadi bagian dari Polandia yang diduduki Nazi. Frankel, seorang jurnalis dan editor yang berbasis di DC, menempatkan pembantaian genosida ke dalam konteks sejarah dan geopolitik yang lebih luas.

Pemukim Yahudi pertama yang diketahui tiba di Zhetel pada akhir abad ke-16. Yiddish adalah bahasa utama mereka. Tetapi banyak yang berbicara bahasa Polandia, Belarusia, Ibrani, dan Jerman. Antara 1914 dan 1939, status geografis dan politik Zhetel berpindah tangan berkali-kali — ketika para pemimpin Jerman, Belarusia, Polandia, dan Soviet berusaha memasukkan kota itu ke dalam rezim masing-masing. Invasi Jerman ke Uni Soviet pada Juni 1941 menandai awal dari akhir kehidupan Yahudi di Zhetel. Sebuah ghetto perkotaan mulai beroperasi pada bulan Februari berikutnya.

Di Eropa tengah-timur yang diduduki Nazi, 1.150 ghetto Yahudi ini beroperasi sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk memusnahkan semua populasi Yahudi di benua itu. Pada tahun 1942, ketika Solusi Akhir menjadi kebijakan resmi Nazi, orang-orang Yahudi ditembak oleh Nazi di dalam dinding ghetto, dan kemudian dikubur di kuburan massal terdekat. Yang lainnya diangkut ke kamp kematian, sebagian besar berlokasi di Polandia yang diduduki.

Frankel mencatat bagaimana kekerasan mengerikan digunakan terhadap orang-orang Yahudi Zhetel tertentu yang diyakini memiliki pengetahuan tentang rencana militer untuk perlawanan Yahudi. Di antara daftar itu adalah kakek Tania dan Rochel, Berl Rabinowitz. Seperti yang dijelaskan dalam buku itu, dia dipenggal dengan kapak oleh seorang komandan SS setelah menolak untuk bertukar informasi tentang keberadaan Alter Dvoretsky. Rabinowitz dan Dvoretsky keduanya anggota Judenrat Zhetel.

Di seluruh Eropa yang diduduki Nazi selama Holocaust, dewan elit Yahudi ini — Judenrat — belakangan dituduh oleh beberapa pihak terlibat dalam kolaborasi tak berdaya untuk menyelamatkan diri. Frankel mengklaim Judenrat Zhetel tidak mengikuti lintasan ketidaksetiaan berbahaya yang sama.

Dvoretsky meninggal di Hutan Bialowieza selama serangan dari partisan Kristen. Tapi dia berperan penting dalam merencanakan aliansi militer partisan Yahudi yang dibentuk dengan partisan Rusia, tulis Frankel. Hubungan itu didasarkan pada kebutuhan masa perang, bukan saling menghormati. Tapi perbedaan dan prasangka dikesampingkan karena kedua faksi bekerja sama untuk menahan musuh Nazi mereka.

Buku Frankel mencurahkan banyak waktu dan tinta untuk menganalisis konflik berbasis hutan selama dua tahun ini, di mana para partisan menggunakan taktik perang gerilya untuk mengulur waktu sampai lebih banyak bantuan militer datang dari Moskow. Pertempuran itu terjadi di hutan seluas 580 mil persegi yang membentang melintasi perbatasan Belarus dan Polandia — daerah yang sama di mana keluarga Rabinowitz juga melarikan diri untuk menghindari penganiayaan Nazi. Mereka bergabung di hutan oleh ratusan pengungsi Yahudi sipil lainnya. Sebagian besar datang dari Zhetel dan kota-kota terdekat seperti Novogrudek, Bilitza, Dvoretz, Deretchin, dan Baranovichy. Menghindari konflik militer, dan mencari makanan, tempat tinggal, dan bantuan medis adalah perhatian utama mereka. Pada Juli 1944, Tentara Merah akhirnya membebaskan hutan Bialowieza serta kota-kota dan desa-desa di sekitarnya. Setelah perang, Rabinowitz kembali sebentar ke Zhetel. Tapi kota yang mereka kenal telah lenyap. Perbatasan Zhetel secara bertahap bergeser kembali ke wilayah Soviet. Kehidupan di bawah kediktatoran komunis tidak terlalu menarik bagi mereka, jadi keluarga itu pindah ke barat. Pertama ke Italia, sebagai pengungsi Yahudi tanpa kewarganegaraan. Dan kemudian ke Connecticut di Amerika Serikat, di mana mereka akhirnya menetap dan makmur secara sosial dan ekonomi.

 Baca Juga : Tips Memilih Buku Bacaan yang Bermanfaat 

Penelitian Frankel adalah tingkat pertama. Bersamaan dengan wawancara utamanya, dia mengutip berbagai kesaksian para penyintas Holocaust, termasuk Fugitives of the Forest karya Allan Levine dan Faith and Destiny karya Philip Lazowski .Penulis yang terakhir adalah tokoh penting dalam cerita Frankel. Pada tahun 1955 ia menikahi Rochel (yang kemudian mengubah namanya menjadi Ruth) Rabinowitz. Asal usul asmara mereka kembali ke ghetto Zhetel selama momen penting ketika Nazi memisahkan orang-orang Yahudi untuk deportasi yang mengarah ke pemusnahan. Mereka yang memiliki izin kerja secara singkat dapat mengulur waktu untuk mencari jalan keluar. Sebuah keberuntungan melihat Miriam Rabinowitz (ibu Ruth) memasukkan Lazowski ke daftar yang akhirnya menyelamatkan hidupnya. Dalam suatu kebetulan yang luar biasa, Ruth dan Philip akan berpapasan di Amerika Serikat setelah perang.

Frankel dengan terampil menceritakan kembali kisah rumit ini dalam narasi mencekam yang berbunyi seperti novel thriller yang membalik halaman. Tapi Into The Forest memiliki beberapa kekurangan kecil. Kadang-kadang prosa Frankel canggung, kikuk, dan bertele-tele. Gaya sastra alis tinggi yang dia tuju jelas tidak berhasil. Editor yang lebih kejam akan menghapus beberapa klise sastra mengerikan yang muncul berulang kali. Tapi ini adalah jebakan teknis kecil dalam apa yang sebaliknya merupakan memoar sejarah yang menarik dan mencekam secara emosional.

Share this:

Review Buku Lauren Groff
Buku Jurnalis

Review Buku Lauren Groff

Review Buku Lauren Groff – Mungkin kembalinya perang salib anak-anak, Greta Thunberg untuk lingkungan, David Hogg melawan kekerasan senjata. Atau lonceng kematian yang tak henti-hentinya dari wabah yang memunculkan pemandangan menakjubkan, Abad Pertengahan telah lepas dari buku-buku sejarah dan berakhir di halaman depan, itu mulai terlihat seperti panel Penghakiman Terakhir dari “Taman Kenikmatan Duniawi” Bosch.

Review Buku Lauren Groff

 Baca Juga : ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump

bookcafe – Groff adalah seorang penulis yang sangat kiasan yang narasinya biasanya membawa muatan referensi yang canggih. Dalam novel barunya, “Matrix,” karya Marie de France — penyair abad ke-12 yang mengagih lais Breton tradisionalnya dengan sedikit debu peri — memberi Groff batu loncatan sastra ke masa lalu yang fitur-fiturnya menawarkan cermin ke zaman kita. .

Marie adalah wadah yang sempurna untuk seorang penulis dengan visi yang kuat: Sangat sedikit yang diketahui tentang dia sehingga Groff dapat melanjutkan tanpa masalah dengan pertanyaan tentang akurasi sejarah. Faktanya, ada kelangkaan bahan sehingga dia meminjam beberapa tanggal dan tempat dari catatan kontemporer, terutama kehidupan Eleanor dari Aquitaine yang terdokumentasi dengan baik, melalui pengadilan yang dianggap telah dilewati Marie de France, untuk menyediakan perancah untuk menggantung kehidupan seorang wanita yang dia bayangkan sebagai kekasih tak berbalas sang ratu. Mungkin tidak ada objek yang lebih baik untuk dirayakan oleh seorang penyanyi selain Eleanor: “Bupati Prancis yang perkasa pada waktu itu, dan kemudian Inggris, ibu dari 10 anak, elang elang, kekuatan di balik kekuatan,” makhluk dari siapa “semuanya baik”. hal-hal mengalir: musik dan tawa dan cinta yang sopan,” serta kekejaman dan kenakalan.

Tahun itu 1158. Sebagai “saudara laki-laki mahkota yang bajingan”, Marie de France yang yatim piatu, sayangnya, bukanlah permata yang berkilauan untuk ditempatkan di istana ratu yang disepuh. “Tiga kepala terlalu tinggi”, “orang yang sangat kikuk” dengan “tubuh raksasa yang kurus”, Marie dari Groff sejujurnya tidak dapat dinikahi: terlalu jelek dan berat untuk dipikul oleh pria mana pun. Di sisi lain, dia berpendidikan dan, setelah dibiarkan mengurus dirinya sendiri sejak usia 12 tahun, ketika ibunya meninggal, tahu cara mengelola perkebunan — dan apa bedanya dengan biara? Seperti yang terjadi, Eleanor memiliki tempat seperti itu di tangannya, “tempat yang gelap dan aneh dan menyedihkan, tempat untuk membangkitkan rasa takut.”

Tidak, protes Marie; dia baru berusia 17 tahun dan sama sekali tidak memiliki panggilan, karena dengan cepat membuang agama “bodoh” tempat dia dibesarkan. Lagi pula, “mengapa dia, yang merasa kebesarannya panas dalam darahnya, dianggap lebih rendah karena wanita pertama adalah dibentuk dari tulang rusuk dan memakan buah dan dengan demikian kehilangan Eden yang malas?” Jawaban Marie untuk pengasingannya dari istana adalah untuk tetap setia pada visi yang mengecualikan Adam dan ular. Perhatian dan kendalinya selama puluhan tahun atas nasib perempuan yang berada di tangannya hanya akan mengeraskan tekadnya untuk tidak mematuhi apa yang Eleanor sajikan sebagai aturan dasar antara kedua jenis kelamin: “hukum ketundukan” yang menempatkan perempuan pada belas kasihan laki-laki.

Serangkaian 19 penampakan Perawan Maria akan mengatur aturan Marie dan memvalidasi ambisi duniawinya, yang ternyata sama besarnya dengan Marie sendiri, secara bertahap mengubah komunitas kecil wanita yang sakit dan kelaparan menjadi mini-Vatikan yang luas secara ajaib, atau mistis. , tersembunyi di hutan Arthurian, tanpa anak laki-laki. Pada awalnya, hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menjaga biarawati tetap hidup di biara mereka. Tetapi, begitu dia pulih dari rasa mengasihani diri sendiri untuk memahami kesempatan yang telah diberikan kepadanya — real estat dan pasukan kecil pekerja selibat — dia memanfaatkan setiap aset sebaik-baiknya, dimulai dengan pembuatan skriptorium.

Tidak peduli bahwa pekerjaan itu ditujukan untuk pria — wanita “tidak mampu berpikir atau cukup bijaksana” — Marie diam-diam menyebarkan berita bahwa layanan fotokopi biarawati tersedia dengan harga yang lebih murah dari biaya biara. Dan dengan sikap kurang ajar yang pertama ini, biara berada di jalur mengabaikan bagaimana kekuatan patriarki-yang-bisa dianggap kurang terjual, atau ditipu, atau diberhentikan atau ditentang. Satu penghinaan mengikuti yang lain, mengantar Marie melewati apa yang disarankan dan menjadi penghujatan, saat dia mengambil fungsi imamat yang membuatnya merasa “kerajaan” dan “kepausan” dan menakuti para biarawati yang bertanggung jawab.

Ambisi dan kekuasaan perempuan adalah tema sentral dari “Matrix,” sebuah judul matematika yang sulit disingkirkan dari franchise film fiksi ilmiah. Tetapi kata itu berasal dari “mater”, yang merupakan bahasa Latin untuk ibu, dan dengan demikian dikaitkan dengan Perawan, yang penampakan keduanya mengungkapkan Hawa sebagai “matriks pertama.” Dalam persepsi agung Marie, rahimnya membawa kematian ke dunia; dan tanpa Hawa tidak akan ada Maria, “tidak ada salvatrix,” dan dengan demikian tidak ada pembebasan. Buah pohon pengetahuan yang dicuri jatuh melalui waktu dan konsepsi masa lalu, tak bernoda atau sebaliknya, mendarat di rahim Maria, “Rumah Kehidupan.” Yesus tidak benar-benar muncul.

 Baca Juga : Review Buku Bacaan: Psikologi Pembelajaran Matematika 

Sangat menggoda untuk mendorong mereka ke luar panggung, kaum pria, dan mengapa tidak? Bagaimanapun, ini adalah romansa, dan yang memanggil kekuatan peri Mélusine, yang diberikan Groff kepada Marie sebagai leluhur. Di halaman-halaman ini, laki-laki tidak pernah muncul, mereka hanya membayangi — ancaman kronis dari penduduk desa dan atasan keuskupan, dengan “napas bau mereka, pipi mereka berjerawat karena bercukur dengan pisau cukur gerejawi yang tumpul.” Lintasan Marie bergantung pada menghindari atau mengatasi komplikasi yang datang dengan laki-laki, yang, selain dari intrik para uskup, di sini hanya diwakili oleh perilaku predator: pemerkosaan dan penjarahan biasa.

Mungkin kesenangan terbesar dari novel ini juga yang paling halus. Groff adalah seorang penulis berbakat yang mampu membuat kembang api dengan cekatan dan mampu menghadapi tantangan yang dia buat sendiri, termasuk membuat penampakan demam Perawan seperti yang dicatat oleh penyair mani dari kanon Barat. Seseorang merasa bahwa dia tidak begitu banyak berjuang untuk menciptakan visinya, tetapi dia menanggungnya, yang merupakan kesenangan halaman demi halaman saat kita terbang bersamanya.

Tapi itu adalah kemajuan mantap dari kehidupan agung yang menopang narasi ini. Dari awal yang tidak menguntungkan dalam pribadi seorang remaja yang cemberut, egois, dan tidak bertuhan yang dibuang oleh seorang permaisuri untuk binasa dalam kemelaratan, transformasi Marie adalah seorang wanita yang kepadanya kebesaran tidak didorong tetapi perlahan-lahan dikumpulkan. Seorang yatim piatu yang dipercayakan dengan kehidupan orang lain, menyebut dirinya ibu mereka, secara bertahap, dengan paksaan, berkat pengalaman yang sulit, menjadi persis seperti itu. Saat dia merenungkan ranjang kematiannya, “kebesaran tidak sama dengan kebaikan”; tapi itu membuat alur cerita yang lebih menarik.

Share this:

ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump
Buku

ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump

ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump – “Sama gilanya seperti yang Anda bayangkan tahun-tahun Trump terakhir ini, Anda telah menerima dimana dunia naik turun, potret yang ditawarkan Wolff belasan kali lebih buruk.”

ULASAN BUKU: ‘Landslide’ Karya Michael Wolff Mencakup Hari-hari Terakhir Kepresidenan Trump

 Baca Juga : Review Buku Yang Berjudul Berani Tidak Disukai

bookcafe – Ketika saya menyelesaikan kisah Trumpian terbaru Michael Wolff, saya menemukan diri saya mengingat salah satu episode paling menakutkan dari masa kecil saya, mencoba The Barrel Ride di Coney Island. Kadang-kadang disebut Rotor Ride , kemudian lebih tepat dinamai Lubang Neraka. Berkat dosis penolakan yang sehat, saya lupa bagaimana saya diikat, tetapi ketika tong raksasa berputar dan berputar, lantai jatuh dan hidup saya berada di tangan gaya sentripetal.

Jadi saya akan menggumamkan versi saya dari Bibliosentris The American Association of Independent Book Reviewers’ dan secara resmi memperingatkan Anda: Masukkan “Longsor” dengan risiko Anda sendiri. Atau seperti yang disarankan oleh iklan tahun 1975 untuk United Negro College Fund: Pikiran adalah hal yang buruk untuk disia-siakan. Dan setelah “Landslide,” milik saya tertatih-tatih. Ini adalah Lubang Neraka Trumpian yang ditawarkan Wolff kepada kita. Menyelam jauh ke dalam kultus gila Trump. Ada sekelompok pengacara buruk di sebelah kiri Anda dan Mr. Pillow di sebelah kanan Anda, dan lantai di bawah Anda hampir menghilang.

Karena sama gilanya dengan yang Anda bayangkan tahun-tahun Trump terakhir ini, sebanyak yang Anda terima dengan dunia di mana naik turun, dan kebenaran selalu bisa dinegosiasikan, potret yang ditawarkan Michael Wolff belasan kali lebih buruk.

Jika seorang pria pantas mendapatkan rahasianya sendiri, itu adalah Donald Trump. Seorang Wolff bersenjata dan berbahaya dan bertekad untuk mengingatkan kita tentang begitu banyak fakta alternatif yang membentuk realitas Trumpian. Tidak sesaat pun Anda bisa melupakan raja gila, kastil terinfeksi COVID, dan kerajaan itu sendiri dibangun di atas pasir hisap. Gelarnya, “Longsor,” mencerminkan khayalan raja gila bahwa ia memenangkan masa jabatan kedua dengan mayoritas yang sangat menentukan. Pembacaan tambahan dari judul itu mengingatkan kita pada rumah-rumah yang dibangun di lereng tajam Hollywood Hills, hanya menunggu hujan yang membawa bencana dan lumpur yang menyertainya untuk membuat mereka meluncur. Tidak ada istirahat bagi yang lelah, karena delusi, kebohongan dan trauma yang dihasilkan tidak pernah berakhir:

“Kami menang,” Presiden Donald J. Trump mengatakan kepada para pemberontak Stop The Steal ragtag law-and-orderless pada 6 Januari 2021. “Menang telak.” Dan karena seseorang pasti telah memberitahunya tiga jimat: “Ini benar-benar longsor.”

Wolff telah menjelaskan sebelumnya, dengan “ Fire and Fury ”, bahwa dia bukan tipe jurnalis biasa, bibliografi di belakang jurnalis. Dia tidak menyesal tentang metodenya: Anda harus percaya padanya bahwa dia punya teman, banyak teman di tempat tinggi, dengan kenangan yang luar biasa. “Ini adalah buku ketiga yang saya tulis tentang Donald Trump selama bertahun-tahun. Ini adalah kronik yang membuat saya berhubungan dekat dengan hampir setiap fase Gedung Putih Trump dan dengan hampir setiap anggota pemeran karakter yang berputar di sekelilingnya. Banyak dari mereka, di Sayap Barat, kampanye, dan di Partai Republik yang lebih besar, telah berkontribusi pada akun ini, termasuk Donald Trump sendiri.”

Tetapi jika Anda ingin memeriksa, yah, Anda hanya perlu mengambil kata-kata Wolff untuk itu: “Banyak yang telah mendiskusikan peristiwa ini dengan saya telah meminta untuk tetap anonim karena alasan yang akan terlihat dari kisah ini.”

Wolff menawarkan gambaran tempat suci dan memberikan analisis yang jauh berbeda dari yang ditawarkan oleh begitu banyak komentator Trump: bahwa Presiden memimpin serangan strategis dan terkoordinasi terhadap demokrasi kita. Trump, arsitek jahat dari fasisme Amerika yang baru.

“Mungkin, dia memiliki pemahaman yang lebih baik tentang permainan yang lebih besar, di luar apa yang bisa dilihat orang lain. Itu selalu menjadi bagian dari dugaan penjelasan yang lebih tinggi, bahwa dia sedang bermain catur tiga dimensi. Tapi saran ini duduk canggung, untuk sedikitnya, dengan logika biner konstan: dia menyukai sesuatu atau dia tidak menyukai sesuatu; seseorang menyukainya atau tidak menyukainya; itu baik untuknya atau itu buruk baginya; dia tahu apa yang dia tahu dan tidak tahu atau tertarik pada apa yang tidak dia ketahui. Tapi mungkin jawabannya di luar logika. Kecerdasan emosionalnya adalah tentang kinerja.Dia adalah pemain sirkus, kepribadian promotor utama, massa daripada kelas, dengan rasa jenius tentang bagaimana memuaskan penonton. Dia adalah seorang aktor yang memerankan karakter Donald Trump, melakukan apa yang dia pikir akan dilakukan karakter itu, apa yang paling menarik bagi penonton karakter itu — apa yang akan mendapat peringkat. Anda bisa mengabaikan semua hal lain tentang dia, tetapi Anda tetap harus menghormati itu.” [Penekanan ditambahkan]

Pada tahun 2016, beberapa mengaitkan kecemerlangan politik yang ajaib dan sebelumnya tidak dihargai dengan kandidat Trump ketika mereka menyaksikannya menyingkirkan satu demi satu lawan utama Partai Republik. Tapi inilah yang terjadi di balik layar dalam pertempuran kampanye 2020-nya dengan mantan Wakil Presiden Joe Biden:

“Balapan 2020 akan memasuki bulan-bulan musim panas yang penting. Joe Biden berlindung di ruang bawah tanahnya sementara presiden menanggung semua kesedihan karena COVID-19, dan tanpa aksi unjuk rasa. Tetapi menyerang Joe Biden, benar-benar membantainya karena hanya Trump yang percaya dia bisa, adalah apa yang Dems ingin dia lakukan – jadi dia tidak akan melakukannya. Dia tidak sebodoh itu.

“Brad Parscale, manajer kampanye yang ditunjuk keluarga Trump, yang telah membangun salah satu mesin uang politik terbesar dalam sejarah, kampanye Cadillac sejati, melihat angka jajak pendapat tenggelam dan semuanya berjalan ke selatan karena Donald Trump takut untuk menyerang. Karena Demokrat mempermainkannya.

“Jared Kushner, menantu presiden dan kekuatan di balik layar dalam kampanye, mengatakan kepada Parscale untuk menelepon … Parscale memohon [Karl] Rove untuk datang ke Washington secepatnya. Dia harus duduk bersama presiden. Para Dem sedang bercinta dengan kepalanya. Strategi Dem sangat kejam. Trump dan partai membutuhkannya.”

Di Kantor Oval, “Rove yang tercengang menemukan lima belas orang di sana. Rove telah menghabiskan delapan tahun di kantor dekat Oval ketika itu adalah tempat formal dan tujuan tertentu. Ini adalah stasiun bus … Ada Parscale dan Kushner; Ronna McDaniel, kepala Komite Nasional Partai Republik yang dipilih Trump; Mark Meadows, kepala staf yang baru diangkat; Dan Scavino, yang mengelola akun Twitter presiden; Hope Hicks, penasihat pribadi presiden dan pemegang tangan; dan banyak orang lain yang tidak diketahui Rove.”

Wolff dengan cepat menyatakan bahwa itu adalah kegilaan dan khayalan, dan bukan skema Machiavellian yang dalam dan terampil yang terletak di jantung pendekatan Trump untuk mempertahankan kekuasaan:

“Presiden … telah memahami bahwa Demokrat ingin dia menyerang Biden untuk melemahkan dan menghancurkannya. Dan kemudian, ketika dia telah menghancurkan ‘Sleepy Joe’ karena hanya Trump yang bisa, rencana Demokrat, dia memiliki otoritas super rahasia, adalah untuk menggantikan Biden sebagai calon dengan … Andrew Cuomo. Gubernur New York telah memimpin bantahan televisi harian yang populer terhadap tanggapan COVID Gedung Putih – penghinaan terus-menerus terhadap presiden.

“’Karena,’ kata presiden yang gelisah, merendahkan suaranya, ‘ini semua dikoordinasikan oleh keluarga Obama. Dan,’ Trump menambahkan, lebih gelap ‘ada kemungkinan yang sangat bagus bahwa Michelle akan mendapatkan tiket Cuomo sebagai Wakil Presiden.’ [Penekanan ditambahkan]

“‘Ya Tuhan, dari mana dia mendapatkan ini?’ Rove bertanya pada Parscale saat dia sedang ditunjukkan. “Sean Hannity.” ‘Sean Hannity?’ Rove mengulangi, tidak percaya bahwa pembawa berita Fox News, dengan teori konspirasinya yang luar biasa, mendikte jalannya kampanye presiden. ‘POTUS percaya,’ kata Parscale yang tak berdaya. ‘Jika Anda bisa menelepon Hannity dan menyuruhnya berhenti, itu mungkin bagus.’”

Agak ironis mengingat apa yang terjadi dengan Cuomo.

Dan kemudian ada saat ketika beberapa konsultan politik menjelaskan kepada Trump dan timnya bahwa Biden mendapatkan dukungan publik yang besar dengan menyoroti perlunya menghadapi epidemi COVID; menyarankan bahwa itu akan membantu Presiden jika dia mendukung masking:

“Presiden yang cemberut itu menggali lebih keras. ‘Saya tahu orang-orang saya. Mereka tidak akan memilikinya. Mereka tidak percaya. Tidak ada mandat topeng!’ Dia mengepalkan bahunya dan mengangkat tangannya untuk menangkis mandat topeng, seluruh tubuhnya tampak memberontak pada gagasan itu. Meadows, empat bulan dalam peran kepala staf barunya, memahami fobia COVID presiden dan sekarang dengan sukarela mengiyakannya: “Sebuah mandat topeng? Orang-orang akan menjadi gila.”

“Tapi presiden tiba-tiba berubah dari masam menjadi senang. Dan inspirasi! Dia punya cara lain untuk menangani COVID. Jika Demokrat menggunakan COVID untuk melawannya, dia akan menggunakannya untuk melawan mereka: mereka bisa saja menggunakan COVID sebagai alasan untuk menunda pemilihan. ‘Orang-orang tidak bisa pergi ke tempat pemungutan suara. Ini darurat nasional. Benar?’ Dia melihat sekeliling ke semua orang untuk persetujuan mereka – dan untuk selamat atas idenya yang hebat. [Penekanan ditambahkan]

“Sering ada momen hening sejenak dan pengambilan napas kolektif setiap kali Trump, dengan frekuensi yang mengkhawatirkan, pergi ke tempat yang tidak diinginkan atau diimpikan oleh siapa pun.

“Meadows yang enggan melakukan: ‘Mr. Presiden, tidak ada prosedur untuk itu. Tidak akan ada preseden atau mekanisme konstitusional. Tanggalnya sudah ditentukan. Selasa pertama…’ Suara manis Meadows North Carolina diwarnai dengan kepanikan.

“Eh. Tapi bagaimana dengan—?”

“Saya khawatir — tidak, Anda tidak bisa. Kami tidak bisa.”

“Aku yakin mungkin ada jalan, tapi… yah…”

“Minggu depan, presiden membicarakan penundaan atau penghindaran atau entah bagaimana melewati pemilu lagi. Kali ini pada sesi persiapan debat di klub golfnya di Bedminster, New Jersey.

“Saya sedang berpikir untuk membatalkannya,” kata Trump, seolah tanpa banyak berpikir.

“Persiapan?” kata Christie.

“Tidak, pemilihan – terlalu banyak virus.”

“’Yah, Anda tidak bisa melakukan itu, Bung,’ kata Christie, mantan pengacara AS, setengah tertawa. ‘Kamu tahu, kamu tidak bisa mendeklarasikan darurat militer. Christie melanjutkan: ‘Kamu tahu itu, kan? Itu mengkhawatirkan dan canggung bahwa dia mungkin tidak melakukannya. ”

Dengan setiap kecelakaan kampanye tambahan, lokasi konvensi yang berubah, Parscale mempromosikan Tulsa, bencana reli Oklahoma ketika permintaan tiketnya yang dibanggakan secara luas berubah menjadi ribuan dan sebagian besar arena kosong, Trump berada di samping dirinya sendiri:.

Wolff merinci penderitaannya yang semakin meningkat: “George Floyd membunuhnya. Seminggu setelah pembunuhan Floyd yang disebabkan oleh seorang polisi Minneapolis berlutut di lehernya, memicu protes massal di seluruh negeri, presiden, untuk menunjukkan kekuatannya, telah berjalan melintasi Lafayette Park ke Gereja St. John dengan para jenderalnya — taman dibersihkan pemrotes dengan gas air mata dan tindakan pengendalian kerusuhan lainnya — dan dia telah dibunuh untuk itu. Dia tampak lemah. Dan bukan hanya media yang lemah tentang dia — Tucker Carlson di Fox menyebutnya lemah dan tidak efektif. Terlebih lagi, dia sedang dikacaukan oleh Departemen Kehakiman dan jaksa agungnya sendiri, lumpuh, takut untuk bergerak, Bill Barr, seperti orang bodoh, tapi ternyata tidak berharga, seperti Jeff Sessions, pria yang dia gantikan. menjadi tidak berharga…”

Memperbaiki pagar, membuat koreksi arah, mengevaluasi kembali strategi selalu digantikan oleh kemarahan dan kebencian: “‘Saya terbunuh di Tucker dan kami tidak melakukan apa-apa,’ dia duduk di Ruang Oval dan berteriak pada Mark Meadows , mantan anggota Kongres Carolina Utara, hanya beberapa bulan dalam pekerjaannya sebagai kepala staf keempat Trump, dan penasihat Gedung Putih Pat Cipollone, salah satu target Gedung Putih favorit Trump untuk ejekan dan pelecehan …

“Cipollone mengatakan mereka memiliki banyak hal. ‘Saya tidak peduli apa yang Anda lakukan, saya ingin mereka di penjara. Mereka harus mendapatkan sepuluh tahun penjara karena menjatuhkan patung. Dan Walikota Wheeler itu…’ —walikota Portland — ‘benar-benar pecundang. Tidak bisakah kita mengirim Penjaga saja?’ … Cipollone, tergagap, mencoba menjelaskan prosedur untuk mempekerjakan pasukan Garda Nasional. ‘Kamu telah mengatakan hal itu kepadaku selama berminggu-minggu. Aku akan terbunuh. Tucker berbicara dengan jutaan orang. Tapi Anda dan Barr dan semua “pengacara hebat” saya tidak melakukan apa-apa. Matikan itu! Tangkap mereka! Lakukan apa yang harus kamu lakukan! Saya memiliki pengacara terburuk. Dapatkan radikal terkunci! Kalian bahkan tidak bisa melakukan itu! Apa yang salah denganmu? Saya harus melakukan semuanya sendiri.’”

Trump mengalami kebingungan terus-menerus, tidak dapat memisahkan Kepresidenan dari kebutuhan dan keinginan pribadinya: “Pilar tematik Gedung Putih Trump adalah bahwa Departemen Kehakiman bekerja untuk presiden dan bahwa independensinya adalah malarkey Demokrat dan tamparan di menghadapi Trump. Membungkuk DOJ adalah pertarungan yang terus dia lakukan — memecat kepala FBI James Comey di bulan-bulan awal pemerintahannya, memecat jaksa agung pertamanya, Jeff Sessions, pada 2018, menghalangi penyelidikan Mueller, dan, akhirnya, di Bill Barr, mendapatkan sentuhan lembut yang mudah. Namun dominasi total atas birokrasi DOJ yang luas menghindarinya, kantong-kantong perlawanannya merupakan penghinaan pribadi. Itu adalah tic khusus Trump: kemarahan atas pengacara yang tidak mau melakukan apa yang dia inginkan.”

Wolff menggandakan dan tidak bisa menahan diri untuk mengirim tendangan voli ke semua orang yang membayangkan Trump memiliki “rencana dan strategi dan niat eksplisit” dan mengarahkan “upaya yang diperhitungkan untuk melakukan apa saja untuk tetap menjabat.”

“Tetapi bagi mereka yang melihat Trump dari dekat,” – dan cukup adil untuk berasumsi bahwa dia berbicara tentang dirinya sendiri dan orang-orang dalam yang mempercayainya – “bahkan bagi mereka yang percaya bahwa dia sangat bersalah atas banyak hal, ini tidak dimengerti sama sekali. . Sebaliknya, sebaliknya: Sejak awal intrusi Trump ke dalam kehidupan politik Amerika, dunia liberal yang berjuang, tertib, berorientasi pada hasil, dan medianya tidak dapat memahami kecerobohan dan ketidaktahuannya atau memahaminya atau para pendukungnya dengan ukuran politik standar apa pun. Oleh karena itu, apa yang mungkin tampak gila dan merusak diri sendiri sebenarnya adalah sebuah rencana. Politik tidak bisa menjadi lelucon atau lelucon murni, bukan? ”

Longsor adalah versi Wolff dari mandi es atlet pro. Perendaman yang mengejutkan menjadi kenyataan yang dingin, semoga korektif. Tapi tidak seperti ruang ganti NBA atau NFL, tidak ada yang sementara tentang perawatan ini. Halaman demi halaman menawarkan kejatuhan lain, dan serangan mengerikan lainnya terhadap penilaian politik kita yang biasa. Banyak dari kita mendambakan keteraturan dan rasionalitas: kita menginginkan, bahkan membutuhkan dunia untuk masuk akal. Dan, dapat dimengerti bahwa kita membayangkan bahwa orang-orang yang berhubungan dengan kita berperilaku dengan cara yang masuk akal. Kami terutama ingin mereka yang memiliki kekuatan luar biasa untuk mempengaruhi kehidupan kita semua untuk berperilaku secara rasional.

Banyak, ya, mengakui rasismenya, catatan pelecehan seksualnya yang berkepanjangan, keserakahan/kejahatannya, pemujaannya terhadap otoriter (Putin, Xi, Erdogan, Kim, dan penguasa Saudi dan UEA) dan tidak pernah berpura-pura bahwa mereka tidak mengganggu dan mengecewakan. , entah bagaimana percaya bahwa cepat atau lambat Partai Republik yang lebih andal akan menang. Berapa banyak ahli yang menulis atau menasihati bahwa Rex Tillerson dari Exxon-Mobil atau Mad Dog Maddox dari Pentagon akan membuatnya tetap terikat? Dan banyak yang berpendapat bahwa ekstremismenya akan dilunakkan pada waktunya, dan dia juga akan segera sadar dan memulihkan semacam keadaan normal dua partai.

Wolff tidak akan membiarkan kita mempertahankan delusi ini. Sama sekali tidak ada yang normal tentang Trumpworld. Seperti yang dicatat Wolff: “Asumsi modern yang mendasar adalah bahwa orang gila tidak dapat dipilih sebagai presiden — orang jahat, orang yang korup, orang yang tidak kompeten, orang yang pendusta, orang yang fanatik, ya, tetapi bukan seseorang yang benar-benar meninggalkan kenyataan. Zaman birokrasi modern menuntut, paling tidak, bisa duduk rapat tanpa menggonggong seperti anjing.”

Wolff menyarankan bahwa analisis ini mengatakan banyak tentang komentator sebagai Trumpster: “Desakan pada maksud tertentu, pada penyalahgunaan kekuasaan yang diperhitungkan dan ‘terkoordinasi’, membuat Donald Trump tetap berada di ranah politik yang dapat diketahui. Tetapi bagaimana jika justru ketiadaan niat dan, sebaliknya, ayunan irasionalitas dan kegilaan yang berhasil, bahkan ketika pemerintahannya runtuh, untuk menahan begitu banyak orang?”

Yang menempatkan Trump dalam kategori pemimpin kultus terbaik. Jadi, Anda dapat menganggap Tanah Longsor sebagai pandangan ke dalam pikiran bukan sembarang orang gila, tetapi jenis yang begitu berhasil membuat orang lain berbaris dengan teguh menuju dan melewati tebing hydroxychloroquine. Ya, dia gila, tetapi masih mampu mencapai yang tak terbayangkan, tak terkatakan, untuk memenangkan Gedung Putih.

Adapun tidak adanya niat, apa artinya bahwa tidak pernah ada ahli strategi Republik yang sangat cerdas dan sukses seperti Frank Luntz atau Mary Matalin yang sebagian dari kita bayangkan bersembunyi di suatu tempat di Oval Office, dalang brilian yang nasihatnya diikuti Trump. Bahwa, dalam beberapa bulan terakhir, hanya ada Don Jr., Ivanka, Jared dan Eric dan pertunjukan badut berputar Jim Jordan, Louie Gohmert, satu atau dua Matt Gaetz, Michael Flynn, Devin Nunes dilemparkan hanya untuk keberuntungan, Sidney Powell dan Pillow Man, dan tentu saja Rudy Guiliani yang sudah minum hampir sepanjang hari.

Segalanya menjadi lebih buruk ketika pemilihannya menguap dengan setiap jam lebih banyak suara dihitung: “Melewati jaksa agung — dia benar-benar tidak dapat menahan diri untuk tidak menelepon dan membujuk dan menuntut — Trump secara pribadi menelepon untuk berbagai pengacara AS di distrik negara bagian ayunan, di antaranya orang yang ditunjuknya William McSwain di Distrik Timur Pennsylvania, mencoba membuat mereka membuka penyelidikan atas kecurangan pemilu. Tampaknya tidak terbayangkan baginya bahwa mereka tidak melihat kejahatan di sini dan juga tidak masuk akal bahwa mereka tidak akan melakukan apa yang diinginkannya. Dia menyalahkan perlawanan mereka — pembangkangan! — pada Barr … ‘Jika saya menang,’ kata presiden, mungkin, para pembantu berharap, beringsut lebih dekat untuk mengakui bahwa dia tidak menang – ‘Barr akan menjilat lantai jika saya memintanya. Apa yang palsu!

“Trump bahkan lebih langsung menyerang Kantor Penasihat Gedung Putih – yang pengacaranya dia anggap sebagai pengacara pribadinya – menginstruksikan mereka untuk menelepon Barr dan mencari tahu apa yang dia lakukan. Bagaimana dengan mesin? Menyita mesin! Selidiki mesinnya! Kejar orang-orang di belakang mesin! Dan dia mulai menyarankan bahwa jaksa agung – ‘jaksa agung saya’ – yang menjadi penghalang tantangan pemilihannya.

“Kemudian Barr memberikan wawancaranya pada 1 Desember kepada Associated Press: ‘Sampai saat ini, kami belum melihat penipuan dalam skala yang dapat mempengaruhi hasil yang berbeda dalam pemilihan.’ Dan Barr memutar pisau di atas mesin. ‘Ada satu pernyataan yang akan menjadi penipuan sistemik dan itu akan menjadi klaim bahwa mesin pada dasarnya diprogram untuk mencondongkan hasil pemilu. Dan DHS dan DOJ telah memeriksanya, dan, sejauh ini, kami belum melihat apa pun untuk mendukungnya.’

“Itu, di mata Trump, bukan hanya pembangkangan, tetapi pemberontakan. Dan dalam arti tertentu Trump benar: pernyataan Barr, pembalikan radikal dari toleransi Trump yang panjang, hampir tidak kurang dari sebuah deklarasi bahwa presiden (dan Rudy dan yang lainnya di dalam mobil badut) mendorong cerita fiksi dan histeris yang tidak masuk akal.

“Trump menuntut kepala Barr. ‘Ini omong kosong. Tidak ada penipuan? Apakah dia baru saja duduk di sana tanpa melakukan apa-apa selama sebulan? Kita harus menyingkirkan Barr. Tidak ada jalan kembali dari ini. Siapa yang bisa kita masukkan ke sana?” … Akhir Barr telah ditulis, dan dalam perlombaan untuk mengalahkan tekad Trump untuk memecat dan mempermalukannya di bulan terakhir masa jabatannya, pengunduran diri Barr akan terjadi dua minggu kemudian.”

Tidak ada yang melebih-lebihkan obsesinya dengan mencuri dan mereka yang tidak mau mengkonfirmasi delusinya. Yang terburuk, Wolff memperjelas betapa dia sepenuhnya melepaskan tanggung jawab apa pun untuk memerintah, karena melakukan pekerjaan yang sering dia katakan kepada pemilih bahwa dia paling memenuhi syarat untuk dilakukan.

“Tapi siapa yang menjalankan negara? … dia sering mengejar serangkaian masalah pribadi, dendam, fantasi, paling sering isapan jempol, sementara cabang eksekutif sendiri menjalankan bisnisnya. Tugas para pembantunya adalah mengambil atau merundingkan waktu dengannya, atau keputusan darinya, untuk menekan fungsi eksekutif sementara dia mengejar urusannya yang lain — dan melakukan ini selama jadwalnya dari jam 11 pagi sampai 6 sore di kantor …

“Tantangan pemilihan, masalah kelangsungan hidupnya ini, telah membuat segalanya menjadi tidak berarti. Semua briefing harian dibatalkan, termasuk briefing keamanan nasional. Semua upaya untuk mengembalikan perhatiannya ke masalah pandemi, peluncuran vaksin, atau intelijen kritis gagal. Dan, secara pasti, tidak ada kemungkinan untuk melibatkannya, atau bahkan berdiskusi dengannya, masalah transisi. Terlebih lagi, dia telah memutuskan semua komunikasi dengan pimpinan Senat.

“Pada titik ini, Meadows secara efektif menjalankan semua fungsi eksekutif — atau setidaknya yang dapat dilakukan secara rahasia dan tidak menghasilkan berita utama yang mungkin mengingatkan presiden bahwa beberapa bisnis berlanjut seperti biasa … Pemerintah yang tertatih-tatih dapat bekerja di bawah hidung seorang presiden yang sepenuhnya sibuk, tetapi dengan hampir semua orang di pemerintahan melihat ke dalam kekosongan tentang apa yang mungkin terjadi jika terjadi krisis. Belum pernah sebelumnya, bagi banyak orang, seorang presiden yang menjabat begitu melepaskan tugas-tugasnya yang terlarang dan sehari-hari dan dengan demikian berbalik dari isu-isu paling kritis saat ini.”

Trump, Wolff menegaskan, kebanyakan sendirian: “Pada hari-hari dan minggu-minggu setelah Hari Pemilihan pada 3 November, presiden ditinggalkan oleh para pembantu dan stafnya. Badan hukum, setidaknya siapa pun di dalamnya dengan karier yang menjanjikan, meninggalkannya. Kelompok komplotannya yang malang terlalu gila atau mabuk atau sinis untuk mengembangkan strategi yang kredibel atau mengeksekusinya. Itu semua adalah pertunjukan sial — menggelikan, tidak bisa dijelaskan, ngeri, gila, bahkan untuk orang-orang yang merasa paling setia kepadanya. Tantangan pemilihan tidak pernah memiliki peluang untuk berhasil.”

Kekacauan merajalela, mudah terbakar, tidak ada analisis rasional. Karena pada saat para pemilih akhirnya disertifikasi, begitu banyak yang baru saja melemparkan diri mereka ke laut, atau seperti Jared membuat alasan untuk berada di tempat lain, Jared dengan teman-temannya di Timur Tengah, memastikan bahwa satu-satunya yang tersisa di ruangan adalah yang paling tidak stabil. dari begitu banyak penasihat yang datang dan pergi.

Seperti yang ditulis Wolff: “Itu benar-benar salah satu momen bagaimana jika. Tidak: bagaimana jika presiden Amerika Serikat dinyatakan sebagai seorang lalim yang jahat, menggerakkan bangsa ke jenis kediktatoran fasis yang diantisipasi oleh MSNBC. Tetapi, lebih tepatnya: bagaimana jika, dengan melucuti semua perlindungan dan kecerdasan, dia dinyatakan tidak mampu memisahkan fantasi tentang apa yang dia yakini mungkin dari kepraktisan untuk mencapainya? … Kabar baiknya di sini adalah bahwa presiden yang tidak rasional sebenarnya tidak dapat mencapai banyak hal. Dia hanya satu orang, tanpa rencana, atau dengan banyak pengetahuan tentang cara kerja pemerintah, yang stafnya hampir seluruhnya meninggalkannya. Kabar buruknya adalah bahwa fantasinya, mengingat dramatisasi diri dan otoritas moralnya, seolah-olah, dengan basisnya, sekarang dibagikan oleh jutaan orang.”

“Kekacauan ini tentu didorong oleh berbagai anggota Kongres dan Senat yang mengatakan bahwa mereka akan berpartisipasi dalam melodrama — untuk mendapatkan perhatian atau alasan simbolis mereka sendiri. Namun, itu tidak dibagikan oleh mereka. Tak seorang pun di Kongres, bahkan di antara Dead-Enders yang paling bersemangat atau yobbish, benar-benar percaya ada kemungkinan yang bisa dibayangkan bahwa sertifikasi akan ditunda (setidaknya selama lebih dari beberapa jam) dan bahwa Joseph Robinette Biden Jr. tidak akan melakukannya. menjadi presiden Amerika Serikat dalam lima belas hari.”

Sayangnya, seperti yang telah kita lihat dengan berkembangnya misinformasi tentang COVID, dengan beberapa sekarang lebih memilih obat cacing kuda daripada vaksin Pfizer, kegilaan semacam ini begitu mudah menyebar: “Pada saat yang sama, kekacauan ini ternyata juga dialami oleh banyak kelompok dan orang-orang berkumpul di Washington untuk protes hari berikutnya. Ini adalah perbedaan lain yang tidak dapat dijelaskan antara kelas politik dan orang-orang yang telah memilih mereka. Itu juga merupakan demonstrasi lain dari koneksi Trump yang hampir seperti dunia lain dengan yang terakhir, koneksi di jantung kekacauan ini. Trump dan orang-orangnya — ‘orang-orangku’ —percaya.”

Saya menonton beberapa pidato pada 6 Januari 2021, kemudian ketika Donald Trump keluar dari panggung, tidak tahu apa yang dia lakukan ketika orang-orangnya pergi mencari Wakil Presiden untuk digantung. Karena cinta mereka yang sebelumnya dianut untuk pria berbaju biru berubah menjadi kemarahan yang kejam, serangan tanpa ampun dan baterai.

Banyak dari kita telah menunggu kesaksian Kongres untuk mengetahui persis apa yang terjadi di Gedung Putih selama pemberontakan.

Share this:

Review Buku Yang Berjudul Berani Tidak Disukai
Buku

Review Buku Yang Berjudul Berani Tidak Disukai

Review Buku Yang Berjudul Berani Tidak Disukai – Akhirnya dapat pula menamatkan membaca buku ini. Buku yang menurutku membacanya memerlukan durasi lama. Sebab di tiap bab kita dibawa buat berfikir serta refleksi atas kehidupan kita seharin hari. Lumayan mind- blowing sih buku ini. Membuat metode penglihatan kita memandang dunia berlainan.

Review Buku Yang Berjudul Berani Tidak Disukai

 Baca Juga : Review Buku Reign of Terror

bookcafe – Buku ini mempunyai ceruk obrolan seseorang filsuf dengan seseorang anak muda. Dari dini hingga akhir obrolan ini merupakan mengenai dialog gimana anak muda ini memandang kehidupan serta gimana seseorang filsuf memandang kehidupan dari bagian lain. Buku ini terdiri dari 5 bab. Yang diucap Malam awal hingga malam kelima.

Di Bab pertamanya( Malam Awal) buku ini mengatakan filosofi ilmu jiwa Adler, Teleologi serta Aetiologi. Teleologi merupakan ilmu yang memplejari kondisi yang kita sendiri yang menghasilkan buat menggapai tujuan khusus. Serta Aetiologi merupakan ilmu karena dampak. Apa kelainannya? Ilustrasi: Terdapat seorang yang amat tidak mau pergi rumah.

Dalam mata teleology, ia mempunyai tujuan buat tidak pergi rumah alhasil ia sendiri yang menghasilkan kondisi mual, pusing apalagi sakit. Namun dalam Aetiologi, ikatan karena dampak.

Betul saya tidak ingin pergi rumah sebab saya sakit. See!! Si filsuf lagi mengarahkan pada anak muda itu ujung penglihatan lain atas suatu peristiwa, serta si filsuf juga berkata“ orang tidak hendak sempat maju sepanjang ia hidup dalam Aetilogi”. Dengan tutur lain, kita tidak hendak sempat tergerak maju sepanjang kita membagikan alasan- alasan buat memanglah bungkam saja ditempat.

“ Apa anda puas dengan terdapatnya dirimu?” Apa sih perasaan puas itu? Mengapa kita senantiasa menyamakan diri sendiri dengan orang lain? Tanggapannya bagi si filsuf“ Dikala ini anda tidak dapat merasa betul- betul senang sebab anda belum berlatih menyayangi dirimu sendiri.

Hendak namun benar semacam dirimu saat ini itu tidak lumayan, Jika anda tidak dapat betul- betul senang. Nyata terdapat yang tidak selesai dengan keadaanmu dikala ini. Anda wajib lalu berjalan serta tidak menyudahi”.“ Yang berarti tidaklah dengan apa seorang dilahirkan, tetapi gimana ia memakainya”.

Intinya, jika anda merasa tidak senang dengan keadaanmu saat ini yang anda jalani merupakan bukan dengan berambisi menajdi orang lain namun berlatih berlatih serta berjalan. Aksi kan? I know.. this books makes me think like a lot.

“ Guncangan itu tidak terdapat”. Bagi Adler“ Tidak terdapat pengalaman yang dengan sendirinya menimbulkan kesuksesan ataupun kekalahan kita. Kita tidak mengidap terguncang dampak pengalaman kita– yang dikenal trauma- namun kebalikannya, kita mengartikannya cocok dengan tujuan kita.

Bagi si filsuf, adler tidak mengenyampingkan pengalaman- pengalaman kurang baik kita dikala era kecil tidak memilik akibat, pengaruhnya kokoh. Tetapi yang berarti disini merupakan tidak terdapat yang betul- betul didetetapkan oleh akibat itu. Kita memastikan hidup kita sendiri bagi arti yang kita bagikan pada pengalaman di era kemudian”

“ Hidup kamu tidaklah suatu yang diserahkan orang lain, tetapi suatu yang anda seleksi sendiri serta kaulah yang dapat menyudahi gimana triknya menempuh hidup”

*kedip kedip* Buku ini betul betul mendesak orang buat lalu beranjak melampaui rasa guncangan serta penyanggahan kekecewaan. Sederhananya hidup kamu itu seluruhnya di tanganmu. Gimana kalian menjalaninya itu merupakan hasil yang anda bisa. Anda tidak dapat mempersalahkan orang lain ataupun era lalumu.

“ Orang senantiasa memilah buat tidak berganti” Mengapa? Tutur si filsuf,“ Terdapat rasa takut yang diperoleh dari pergantian, terdapat rasa kecewa yang mendampingi ketetapan buat tidak berganti”.

Pergantian itu tidak aman, berangkat dari suatu yang telah kita tahu serta mengerti ke tempat lain yang kita apalagi tidak mengerti kita hendak menemui apa. But hey! Its adventure. Your life, my life is adventure. Bisa jadi didepannya hendak bertemu era susah. Namun ingat tidak hendak sempat susah selamanya, serta kesusahan itu merupakan tutur lain dari“ penataran.

Selesailah dialog malam awal, penasaran kan malam kedua hingga kelima diskusinya hendak sepanjang apa. This book is really worth to read J

Share this:

Review Buku Reign of Terror
Buku

Review Buku Reign of Terror

Review Buku Reign of Terror – Barnburner Spencer Ackerman dari sebuah buku baru, “Reign of Terror,” mengingatkan saya pada momen di tahun 2015 (ingat saat itu?) Ketika Donald J. Trump menuruni eskalator emasnya untuk mengumumkan pencalonannya untuk jabatan tertinggi. Alih-alih memulai dengan klise yang menghangatkan hati tentang malaikat yang lebih baik di negara itu, Trump keluar dengan berayun, menyatakan bahwa Amerika Serikat dalam masalah: “Kapan terakhir kali AS menang dalam hal apa pun?”

Review Buku Reign of Terror

 Baca Juga : Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

bookcafe – Itu jelas tidak memenangkan perang apa pun yang telah diperjuangkannya selama lebih dari satu dekade. Ackerman berpendapat bahwa tanggapan Amerika terhadap 9/11 memungkinkan Presiden Trump. Bukti untuk tesis kekuatan tumpul ini disajikan dalam “Reign of Terror” dengan kombinasi ketekunan dan semangat yang mengesankan, menyebarkan pengetahuan Ackerman yang mendalam sebagai jurnalis keamanan nasional secara maksimal. Hasilnya adalah narasi 20 tahun terakhir yang mengecewakan, cerdas, dan diperdebatkan dengan brilian.

Ackerman, yang telah menjadi koresponden untuk outlet seperti Wired dan The Guardian, menunjukkan bagaimana Trump dengan jelas memahami sesuatu tentang era pasca-9/11 yang tidak dimiliki oleh kelas politik profesional. Melancarkan perang tanpa akhir — di Afghanistan, di Irak, di teror — tidak menghasilkan apa pun yang begitu definitif seperti perdamaian atau kemenangan, dan sebaliknya hanya memicu “subteks aneh” yang terbukti sangat selaras dengan Trump. Dia mungkin telah mengubah posisinya dalam konflik ini atau itu mau tak mau, tetapi Trump, tulis Ackerman, tidak pernah goyah pada satu poin kunci — “persepsi orang nonkulit putih sebagai perampok, bahkan sebagai penakluk, dari peradaban asing yang bermusuhan.”

“Reign of Terror” dimulai dengan prolog berjudul “The Worst Terrorist Attack in American History” — sebuah ungkapan yang selama bertahun-tahun tidak merujuk pada serangan 9/11 tetapi pada pengeboman Kota Oklahoma pada tahun 1995. Segera setelah kejadian itu, Muslim disalahkan. Kolumnis surat kabar mulai mencerca orang asing dan imigran. Pelaku sebenarnya, Timothy McVeigh, telah diakui sebagai supremasi kulit putih, meskipun Anda belum tentu mengetahuinya dari laporan media pada saat itu, yang terus menekankan “survivalisme” McVeigh.

McVeigh dijatuhi hukuman mati setelah diadili di pengadilan terbuka, di hadapan juri rekan-rekannya. Ackerman mengundang kita untuk membandingkan penghormatan terhadap proses hukum ini dengan bagaimana seluruh mesin pemerintah mengubah dirinya dalam menanggapi serangan 9/11, dengan perang mematikan, pembatasan imigrasi yang berkembang biak, dan aparatus rumit yang didedikasikan untuk pengawasan massal.

“Ketika terorisme masih putih,” tulis Ackerman, “Amerika bersimpati dengan keberatan berprinsip terhadap pelepasan kekuatan negara yang memaksa, menghukum dan kekerasan.” Dia melanjutkan: “Ketika terorisme masih putih, prospek mengkriminalisasi sebagian besar orang Amerika tidak terpikirkan.”

“Reign of Terror” memperjelas bahwa apa yang terjadi pada 11 September 2001, hanya bisa disebut kekejaman; ini bukan salah satu akun yang mencoba mengecilkan trauma. Tetapi Ackerman juga menyarankan bahwa alih-alih mendefinisikan musuh sebagai jaringan teroris spesifik yang bertanggung jawab atas serangan itu, pemerintahan George W. Bush menggunakan “keragu-raguan yang disengaja.” Pengacara Gedung Putih mendesak untuk kekuasaan eksekutif maksimum, sementara Bush akan bersikeras bahwa Muslim bukan musuh dalam satu saat dan kemudian menggambarkan Perang Melawan Teror sebagai “perang salib” berikutnya.

“Hasilnya,” tulis Ackerman, “adalah definisi samar tentang musuh yang terdiri dari ribuan Muslim, mungkin jutaan, tetapi tidak semua Muslim — meskipun pasti, eksklusif, Muslim.”

Ackerman memandu kita melalui dua dekade berikutnya, menunjukkan bagaimana prospek persatuan nasional dalam menanggapi 9/11 tertekuk di bawah inkoherensi perang yang mengikutinya, yang katanya “secara konseptual ditakdirkan” sejak awal. Kekekalan mereka adalah sumber ketidakstabilan yang mendalam, karena satu konflik (dengan Irak) melahirkan yang lain (dengan ISIS). Ackerman menunjukkan bagaimana eufemisme menjadi begitu jauh dari kenyataan yang mereka coba sembunyikan bahwa mereka tidak berguna secara retoris — “perang yang ditargetkan” (yaitu perang), “interogasi yang ditingkatkan” (yaitu penyiksaan), “pembunuhan yang ditargetkan” (yaitu serangan pesawat tak berawak), ” Puasa Non-Agama Jangka Panjang” (yaitu mogok makan).

Presiden Bush mungkin seorang Republikan konservatif, tetapi Ackerman mengingatkan kita bahwa Demokrat liberal terlibat dalam memulai dan mempertahankan perang selamanya. Rasa jijik yang semakin populer terhadap kedua belah pihak mencerminkan bagaimana kaum nativis di satu sisi dan kaum progresif di sisi lain memahami kebenaran yang disingkirkan oleh kaum sentris. Pinggiran di kanan dan kiri bisa melihat bagaimana Perang Melawan Teror adalah perpanjangan dari sejarah negara, kata Ackerman, dengan kolonialisme pemukim dan fantasi perang ras; perbedaannya adalah bahwa kaum nativis kanan bersikeras bahwa kolonialisme pemukim adalah bagian dari apa yang membuat Amerika hebat, sementara kaum kiri progresif menganggapnya tercela secara moral. Pada tahun 2016, kaum nativis bersukacita atas prospek Trump mengejar teroris (bukan kulit putih) tanpa hambatan apa pun; progresif ingin Perang Melawan Teror dihapuskan.

Orang-orang progresif itu sangat kecewa dengan Presiden Obama, yang merupakan penentang vokal dari perang selamanya tetapi setelah menjabat bekerja keras untuk menempatkan mereka pada pijakan yang lebih “berkelanjutan” dan “lebih sah”. Obama membenci penyiksaan; jika tidak, kata Ackerman, dia “fleksibel.” Ackerman menggambarkan pembunuhan Osama bin Laden pada tahun 2011 sebagai kesempatan untuk menyatakan misi tercapai. “Sebaliknya,” tulisnya, “Obama menyia-nyiakan kesempatan terbaik yang dimiliki siapa pun untuk mengakhiri era 9/11.”

Tentu saja ada kontraargumen, dan penasihat dekat Obama Ben Rhodes menawarkannya kepada Ackerman: “Katakanlah dia melakukan itu, dan membongkar aparat kontraterorisme kita selama musim panas itu, dan ada serangan teroris dan kemudian dunia berakhir.” Namun diutarakan dengan tidak elegan, kemungkinan Ackerman tidak benar-benar membahasnya.

Namun, buku pewahyuan ini menunjukkan bahwa untuk semua pengacara dan “pembunuhan yang ditargetkan”, pendekatan sentris Obama tidak dapat bertahan. Di bawah Presiden Trump, ada lebih banyak serangan pesawat tak berawak dan transparansi yang lebih sedikit. Menurut sebuah penelitian, kampanye pengeboman Trump yang dipercepat di Afghanistan meningkatkan korban sipil sebesar 330 persen.

Belum lagi permusuhan dan kekejaman yang telah dikobarkan selama satu setengah dekade dapat dengan mudah dihidupkan para imigran yang lebih dekat ke rumah. Trump, tulis Ackerman, “telah mempelajari pelajaran terpenting dari 9/11: Teroris adalah siapa pun yang Anda katakan.”

Share this:

Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Buku

Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat – Buku yang ditulis oleh seseorang Blogger Swadaya yang berawal dari Austin Texas ini ialah salah satu novel yang hinggap di catatan novel terlaris The New York Times di posisi keenam. Buku ini diterbitkan awal kali oleh percetakan HarperOne dalam tipe asli, suatu bagian dari HarperCollins Publishers, setelah itu luncurkan pada bertepatan pada 13 September 2016.

Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

 Baca Juga : Ulasan Buku Lebih Senyap dari Bisikan

bookcafe – Setelah itu pada Januari 2019, lebih dari 3 juta kopian novel sudah terjual. Sebaliknya tipe bahasa indonesianya yang bertajuk Suatu Seni buat Berlagak Bodo Amat: Pendekatan yang Sehat Untuk Menempuh Hidup yang Bagus, diluncurkan semenjak februari 2018, keluar awal kali oleh PT. Gramedia Widiasarana Indonesia( Grasindo), dalam satu tahun awal( 2018) semenjak terbitnya, novel ini sudah dicetak balik sebesar 14 kali.

Bagi aku, Mark Manson amat pintar sekali dalam menyuguhkan novel ini, disamping motivasinya yang tidak lazim, apalagi dapat dikatakan sudah menentang buku- buku dorongan yang sudah aku baca sebelum- sebelumnya, yang bagi aku perihal itu sarat hendak dorongan yang menggebu- nggebu, namun lenyap bila kondisi tidak berjalan sebaiknya.

Namun Manson sudah sukses membuat pembaca siuman, kalau yang kita pelajari serta baca sepanjang ini walaupun biasa, namun tidak dapat diaplikasikan pada seluruh suasana, alhasil bagi aku, novel ini amat sesuai sekali dibaca buat kamu yang lagi mencari buku- buku self improvement namun yang lezat serta materinya amat dalam, dan tidak cuma motivasi- motivasi imajiner saja yang diprioritaskan, namun di dalam novel itu, kamu hendak menikmati tiap ayat nya yang tidak lazim alhasil membaca nya berkali- kali juga tidak hendak jenuh, aku melindungi.

Buku ini dibuka dengan suatu sub kepala karangan yang tidak lazim, yang bagi aku sedikit abnormal, sebab bisa jadi” dorongan tidak hendak sempat bilang semacam itu” pikir aku, sehabis membaca ayat 1 nya, aku terkini mengetahui kalau Manson memerintahkan kita buat tidak berjuang, perihal itu didapat cerita dari seseorang pengarang populer pada masanya, ialah Charles Bukowski, dimana saat sebelum jadi pengarang populer, dirinya ialah wujud individu yang senantiasa jadi dirinya sendiri, tidak ketahui apakah ia merupakan seseorang pecundang yang senantiasa bertukar- tukar pendamping seks, pemabuk parah dan hidupnya tidak biasa serta senantiasa melakukan aib, walaupun sedetik sehabis ia populer, perihal itu tidak dapat merubahnya jadi individu yang lebih bagus, sebab perihal itu merupakan dirinya.

Buku ini bagi aku tidak cuma mengajari kita gimana triknya jadi seorang yang bodo amat kepada seluruh halangan yang mengusik cara pendapatan berhasil kita, namun pula bodo amat dengan seluruh perihal yang dirasa kurang berarti, serta sepatutnya dibiarkan.

Semacam dikala ini, kita dihadapkan pada suasana dimana seluruh keglamoran, keceriaan dan keadaan yang membuat mata cemburu ataupun mau semacam orang lain, telah amat banyak serta biasa di sosial alat, kita jadi tidak senang sebab senantiasa merasa kurang serta tidak berlega hati dengan apa yang kita punya dikala ini, sebab sangat banyak disajikan dengan keadaan yang beraroma keduniawian yang sesuatu dikala pula hendak lenyap.

Manson pula berikan catatan di dalam novel ini, kalau apapun dirimu saat ini, kamu dapat senang serta fokus dengan apa yang sudah kamu punya, triknya dengan senantiasa berlagak bodo amat dengan seluruh pendapatan serta keberhasilan orang lain yang tampaknya, orang lain tidaklah kita. Kita wajib fokus kepada keadaan yang dapat membuat diri kita senang serta berlega hati dengan hidup, supaya hidup dapat membagikan apa yang tidak diserahkan orang lain pada kita.

Seorang pula tidak hendak senantiasa dapat berlagak positif lalu menembus dalam suasana apapun itu, sebab sejatinya orang merupakan orang yang senantiasa mudah terbawa- bawa oleh pandangan area, ataupun dapat pula terbawa- bawa anggapan minus yang seketika timbul di dalam dirinya.

Manson mengarahkan kalau kita wajib dapat menyambut seluruh perihal kenegatifan yang terjalin, sambil senantiasa bawa mimpi kita serta berjalan bersama rasa minus itu selaku materi bakar seorang mengalami seluruh ketidakmungkinan insiden yang hendak terjalin di depan. Rasa minus merupakan rasa yang dapat dijadikan rasa positif bila kita dapat mengutip suatu pelajaran di tiap kejadiannya, kebalikannya, rasa positif merupakan rasa minus seorang bila tidak dapat mengutip pelajaran di tiap kejadiannya.

Kita tidak eksklusif, hingga dari itu, fokuslah pada keadaan yang dapat kita kendalikan serta yang membuat kita lalu terpacu buat senantiasa dapat jadi individu yang kokoh serta kuat di dalam mengarungi tiap perihal. Fokus pada perihal yang betul- betul berarti serta menekan, supaya daya yang kita keluarkan tidak terbuang percuma ke tempat yang tidak sebaiknya.

Hidup itu sendiri merupakan suatu beban, di dalam novel ini kita diperlihatkan cerita Buddha yang semenjak kecil telah dimanja oleh orang tuanya, akhirnya si anak tidak memahami serupa sekali rasa sakit dampak mengidap yang sesungguhnya, kesimpulannya beliau mengidap sebab siuman kalau sepanjang ini dirinya senantiasa dimanja oleh orang tuanya, alhasil ia menyudahi buat angkat kaki dari istananya, serta memilah buat hidup mengidap jadi orang lazim, tanpa santapan, hidup di kotoran, jadi orang yang terbuang. Tetapi, dalam era percobaannya jadi mlarat itu, Buddha pula mengutip kesimpulan kalau hidup semacam itu juga pula tidak lezat serta mengidap, kesimpulannya beliau tidak mampu, setelah itu memilah membeningkan hatinya sepanjang sebagian bulan, sampai kesimpulannya beliau jadi seseorang yang bijaksana yang hingga saat ini kita tahu.

Hidup hendak lalu menggoreskan tiap permasalahan yang terdapat, orang miskin serta banyak pula memiliki perkaranya sendiri, Warren Buffet memiliki permasalahan finansial, sebaliknya Bunda kita pula memiliki permasalahan finansial, kelainannya, permasalahan finansial Warren Buffet bisa jadi lebih kompleks namun mengasyikkan dari permasalahan finansial bunda kita. Tiap dari orang hendak dihadapkan oleh tiap permasalahan, permasalahan tidak hendak sempat menyudahi, tetapi berharaplah buat memiliki permasalahan yang bagus.

Di novel itu pula disajikan kalau beban yang kita lakukan serta natural wajib dapat berarti, dalam perihal ini kita wajib memiliki nilai- nilai apa saja yang dapat kita peruntukan referensi buat memilah sesuatu beban serta menikmatinya. Itu maksudnya, kita wajib memilah jalur peperangan apa yang mau kita menuju menentang serta apa yang melandasi kita biar dapat menggapai apa yang kita mau.

Manson pula membagikan ilustrasi dilema seseorang bintang rock heavy logam, ialah Dave Mustaine, salah satu pentolan band Megadeth, yang sempat didepak pergi oleh mantan band nya sendiri, ialah Metallica, disana Dave sejenis memiliki tekad buat lebih bagus dari Metallica,

itu maksudnya dorong ukur keberhasilan Dave merupakan Metallica, tetapi tidak dinyana kodrat memanglah tidak hendak dapat dikalahkan oleh upaya, walaupun Dave bertugas lebih keras, lebih cermat, lebih giat, tetapi dirinya senantiasa menyangka dirinya merupakan suatu kekalahan sebab band yang beliau dirikan ialah Megadeth, baginya tidak sesukses Metallica. Disini kita di ajarkan kalau Dave Mustaine cuma memandang satu bagian dari suatu keberhasilan, sebaliknya bisa jadi bagi orang, Dave merupakan wujud yang berhasil besar, bila dibanding dengan seseorang pegawai dengan pendapatan bulanan tidak hingga UMR, namun bila ia menyamakan dengan keberhasilan metallica, bisa jadi Dave sedang jauh, tetapi bagian syukurnya tidak terdapat pada dirinya, yang buatnya lalu berduka serta membuang air mata sia- sia buat batas diri yang tidak dapat membandingi suatu subjek.

Disisi lain, Manson pula memeragakan suatu Band yang Pentolannya pula tidak asing lagi ditelinga kita, ialah The Beatles. Beatles sempat mendepak seseorang drummer nya, sebab ketidak sukaan badan yang lain terhadapnya. Kesimpulannya sang drummer ini luang kegagalan berat sebab merasa hidupnya tidak bermanfaat, tetapi drummer ini tidak memiliki dorong ukur berhasil semacam Dave Mustaine, ia pula tidak sesukses Dave Mustaine, tetapi ia senang sebab sudah memilah jalur yang betul, yang tampaknya tidak cuma mengejar suatu keberhasilan imajiner.

Serta sedang banyak lagi kisah- kisah nya, serta nyatanya, aku tidak dapat menjelaskannya dengan cara rinci disini, sebab terbatasnya alat serta durasi, buat lebih lengkapnya, kamu dapat baca bukunya sendiri, dipastikan tidak hendak menyesal, demikian.

Share this:

Ulasan Buku Lebih Senyap dari Bisikan
Buku

Ulasan Buku Lebih Senyap dari Bisikan

Ulasan Buku Lebih Senyap dari Bisikan – Dimana catatan seseorang wanita dimuat, nyaris senantiasa timbul pendapat yang menyangka remeh buah pikiran dalam catatan wanita.

Ulasan Buku Lebih Senyap dari Bisikan

 Baca Juga : Review Buku Berani Tidak Disukai

bookcafe – Catatan seseorang wanita dikira sangat sentimentil, sangat dalam negeri, semata- mata curhat, ataupun tidak mempunyai buah pikiran besar yang mengganti dalam buatan.

Komentar- komentar ini sering tertuju pada pengarang wanita serta buatan mereka yang lalu dibanding- bandingkan dengan pengarang pria.

Salah satu peraih nobel kesusastraan tahun 2013, Alice Munro sendiri membenarkan dalam salah satu tanya jawab, kalau wanita( serta tulisannya) senantiasa diidentikkan dengan hal dalam negeri serta pria berkuasa melaksanakan perihal besar di luar hal rumah tangga. Tetapi, apakah perihal itu wajib diimani seratus persen?

Gradasi demikianlah yang dipotret oleh Andina Dwifatma dalam roman terbarunya, Lebih Antap dari Kata hati, yang keluar pada 30 Juni 2021. Roman ini merupakan comeback Andina sehabis roman perdananya, Semusim, serta Semusim Lagi yang keluar tahun 2013.

” Di roman kedua, saya fokus dengan bunda sebab pengalaman itu yang dekat denganku serta saya merasa dapat menuliskannya dengan lebih bagus,” ucap Andina dalam salah satu unggahan di akun alat sosial kepunyaannya.

Amara serta Baron, figur penting dalam roman ini diceritakan lagi merambah tahun perkawinan yang rentan persoalan mengapa belum memiliki anak. Amara serta Baron bukan cuma mulai terganggu kehidupan individu mereka, namun ikut terbawa serta menjajaki saran- saran fantastis dari orang luar supaya kilat bisa anak.

Keduanya melaksanakan banyak perihal yang kadangkala tidak masuk ide serta di luar akal kedokteran. Tetapi, lama- lama mulai mencuat gimana warga memungkiri posisi sebanding antara Amara serta Baron, antara istri serta suami.

Realitas kalau Amara- lah yang sering dicecar persoalan kenapa belum memiliki sembari mengelus perut Amara, seakan perempuan- istri salah satunya yang bertanggung jawab serta bisa dipersalahkan atas keterlambatan mereka mempunyai generasi.

Dijadikan target ketidakmujuran membuat Amara tidak cuma didera kecapekan raga karena berupaya mempunyai anak, pula serangan psikologis yang tidak takluk hebat. Tipe titik berat kedua ini yang oleh Baron serta pula warga besar nyaris tidak dihiraukan.

Amara pada kesimpulannya berbadan dua, setelah itu lahirlah Yuki. Posisi wanita dalam ikatan rumah tangga tampaknya tidak semudah dalam kamus keluarga sempurna.

Suami- istri mempunyai anak hendak hidup senang, begitu utopia dalam warga kita. Baron sedemikian itu mudahnya meninggalkan pengasuhan Yuki pada Amara, dengan alibi profesi. Seakan suami cuma bekerja membuahi sel telur, sebaliknya mulai dari enegnya muntah di dini kehamilan, letihnya memiliki, capeknya kejiwaan karena pergantian raga, sakitnya melahirkan, serta menyusui diserahkan seluruh pada wanita.

Sekali lagi, senantiasa terdapat demarkasi kalau suami di luar mengurus perihal besar, serta dalam negeri itu profesi khas wanita.

Dunia dan Persoalan yang dituliskan Andina memanglah nampak amat perorangan. Tetapi bukan berarti perihal itu dapat dinihilkan dalam khazanah kesusastraan kita. Terlebih dikira remeh serta tidak berarti. Apabila kesusastraan merupakan cerminan perkara orang, serta pasti perkara orang tidak saja keadaan grande yang berlebihan. Keadaan yang terjalin di rumah, di rutinitas pula butuh digaungkan.

Terlebih pergolakan hati Amara menggantikan apa yang terjalin dalam tahap hidup wanita. Wajib diakui, bumi wanita tentulah bumi yang cuma dapat dimengerti serta dituliskan dengan apik oleh wanita. Serta roman Lebih Antap dari Kata hati ini sudah bawa masalah yang banyak orang kira sepele jadi perkara besar serta wajib dicermati.

” Bisa jadi memanglah terdapat keadaan yang cuma dapat ditulis oleh cerpenis wanita, misalnya gimana rasa sakitnya kala melahirkan, penuh perjuangannya saat menyusui, ataupun perasaan cinta yang hampir- hampir enggak masuk ide dari seseorang bunda buat buah hatinya,” imbuh Andina.

Terbitnya roman ini tidak hanya berupaya mengamplifikasi perkara wanita yang bisa jadi tidak banyak dipedulikan orang, pula berarti melawan stigma kalau cuma tema besar yang butuh dicermati. Bawa hal dalam negeri ke badan pembaca biasa merupakan hentakan pada pembaca.

Gimana keadaan yang dekat lebih kerap terlampaui serta diabaikan oleh mata kesusastraan kita. Apabila di kehidupan jelas masalah ini dikira sepele, hingga kesusastraan wajib menjadikannya penting. Supaya tidak ditimbun antap serta semata- mata desas- desus tanpa atensi.

Roman ini pula dapat dibaca selaku karikatur. Beliau dengan terencana menebalkan garis demarkasi antara suami serta istri. Kalau wanita mengelola rumah tangga, serta pria hal lebih besar di luar rumah.

Setelah itu deskripsi kegagalan serta kejahilan Baron yang bukan cuma mudarat dirinya sendiri, namun pula kehidupan keluarga serta rumah tangga. Serta Amara serta sebagian figur wanita dalam roman ini, jadi wujud berarti yang membangkitkan dari keterpurukan.

 Baca Juga : Cara Menulis Esai Tentang Buku Apa Saja

Dua Kutub yang Berayun

Perihal menarik lain dari novel ini, tidak hanya tema merupakan gimana Andina Dwifatma melanggarkan 2 perihal yang umumnya dipertentangkan. Tindakan Amara yang amat modern, hidup dalam area urban, pula sesekali melawat keadaan klenik tidak masuk ide.

Wujud wanita bernama Macan, yang ditafsirkan amat amburadul, malah bawa perihal hening serta melindungi. Kehidupan mapan malah bawa kerumpangan, serta atmosfer kekurangan membuat Amara menguasai maksud kehidupan.

Contoh wabi- sabi, terdapat keelokan di tengah ketidaksempurnaan. Kontras 2 poros semacam ini yang pula terlihat dari tindakan Amara dalam roman. Apabila mayoritas novel- novel mengenai wanita, senantiasa memposisikan wanita yang antipernikahan, leluasa merdeka atas badan tiap- tiap, Amara bertentangan dengan itu.

Amara menikah, mempunyai anak, serta menikah dengan cara legal. Walaupun suara Amara dalam roman ini nyata makar sekali. Ia melawan konsensus sosial kalau wanita wajib begini- begitu, tanpa berhadapan dengan sistem. Bisa jadi itu pula, yang membuat judul roman ini merasuk. Lebih antap, karena perlawanan Amara nampak antap tidak riuh.

Roman kedua Andina Dwifatma ini bisa dikira selaku comeback yang bagus. Tidak cuma menggembirakan dibaca, pula jatuh pembaca dengan perkara darurat dalam rumah.

Amara serta Baron bisa jadi bayangan perkara orang urban mayoritas. Mereka hidup dengan senantiasa terjebak kerutinan pada biasanya, namun pula berencana jadi leluasa serta merdeka.

Setelah itu, hidup Amara telah dapat ditentukan hendak berikan koneksi mahakuat pada bukan cuma pembaca wanita, namun pula pembaca pria. Karena adegan Amara dalam roman ini merupakan adegan seluruh kehidupan. Oleh karena itu, perkara dalam roman ini tidak bisa didiamkan antap tanpa atensi.

Share this:

Review Buku Berani Tidak Disukai
Buku Jurnalis

Review Buku Berani Tidak Disukai

Review Buku Berani Tidak Disukai – Bohong kehidupan yang terbanyak dari seluruhnya merupakan tidak hidup di mari pada dikala ini. Buanglah bohong kehidupanmu, serta tanpa merasa khawatir, arahkanlah lampu cahaya yang jelas benderang itu pada hidup kamu di mari dikala ini. Itu merupakan suatu yang dapat anda jalani.

Review Buku Berani Tidak Disukai

 Baca Juga : Ulasan Buku The Psychology of Money Karya Morgan Housel

bookcafe – Bisa jadi ini kejadian yang banyak terjalin di Jepang: Hikikomori sejenis memencilkan diri di kamar. Seluruh aktivitas dicoba di kamar: makan, baca buku/ buku, nonton film. Tahun 2016 saja, di Jepang terdapat dekat 541 ribu orang yang terserang sindrom hikikomori, berkisar antara baya 15- 39 tahun. Apalagi 35 persennya telah hadapi ansos sepanjang 7 tahun. Waduh…

Terdapat banyak aspek yang mempengaruhinya. Salah satunya merupakan ia dianiaya oleh ibu dan bapaknya serta berkembang berusia tanpa sempat merasakan kasih cinta. Sebab seperti itu ia khawatir berhubungan dengan orang serta sebab seperti itu ia tidak dapat pergi. Aspek yang lain merupakan titik berat hidup. Cedera hati seorang( guncangan) menimbulkan ketidakbahagiaannya dikala ini.

Di buku ini terdapat selipan berartinya membaca. Kita membaca buku terkini serta mendapatkan wawasan terkini. Pada dasarnya, kita selalu mengakulasi wawasan. Terus menjadi banyak dibaca, terus menjadi bertambah pula wawasan yang diterima. Kita menciptakan konsep- konsep terkini mengenai angka, serta untuk kita, kelihatannya perihal itu hendak mengganti kita. Tetapi sesungguhnya tidak hirau seberapa banyak apa juga wawasan yang kita dapat, karakter ataupun individu kita pada dasarnya tidak hendak berganti. Jika pondasi kita bengkok, seluruh yang kita pelajari percuma. Betul, semua wawasan yang kita dapat hendak ambruk di sekitar kita. Jadi, kita tidak dapat berganti sebab kita sendiri lalu kesekian kali membuat ketetapan buat tidak berganti. Kita tidak lumayan berani buat memilah style hidup terkini. Dengan tutur lain, kita tidak lumayan berani buat jadi senang, serta seperti itu penyebabnya kita tidak senang. Style hidup tidaklah suatu yang terdapat semenjak lahir, tetapi opsi kita sendiri, kita tentu dapat menentukannya lagi dari dini.

Dikala ini kita tidak dapat merasakan keceriaan asli. Kita mengalami hidup ini susah, apalagi berambisi dapat terlahir kembali selaku orang yang senang. Tetapi kita saat ini tidak senang sebab kita sendirilah yang memilah buat‘ jadi tidak senang’. Bukan sebab kita tidak dilahirkan di dasar bintang kecelakaan.

Kita tidak mempunyai keyakinan serta senantiasa pesismistis kepada seluruh perihal. Serta kurasa kita sangat aneh sebab membahayakan pemikiran orang lain serta hidup dengan rasa tidak yakin diri yang berkepanjangan pada orang lain. Kita tidak sempat berlagak alami; senantiasa terdapat suatu yang dibuat- buat dalam percakapan serta aksi kita. Janganlah mengelak. Jadi‘ apa terdapatnya diriku’ dengan seluruh kekurangan kita merupakan kebajikan yang bernilai. Dengan tutur lain, suatu yang profitabel untuk kita. Kita bisa jadi khawatir dicela siapa diri kita. Susah mengakuinya, tetapi kita betul.

Kesendirian tidak membuat kita merasa kesepian. Kesepian merupakan mengenali kalau terdapat orang lain, warga, serta komunitas di sekitar kamu, tetapi merasa betul- betul dikecualikan oleh mereka. Buat merasa kesepian, kita butuh orang lain. Maksudnya, cuma dalam kondisi sosial seorang jadi‘ orang’.

Nah, nilai dari buku ini semacam judulnya kalau‘ tidak mau dibenci’ agaknya merupakan kewajiban kita, tetapi apakah orang ini ataupun orang itu tidak menggemari kita ataupun tidak tidaklah kewajiban kita. Sekalipun terdapat seorang yang tidak berasumsi bagus mengenai kita, kita tidak dapat mengintervensinya. Contoh alami jika seorang berusaha bawa seekor jaran ke air. Tetapi apakah jaran itu minum ataupun tidak, itu bukan tugasnya.

Kegagahan buat senang pula melingkupi kegagahan buat tidak digemari. Kala kita telah mendapatkan kegagahan ini, semua ikatan interpersonal kita hendak lekas berganti jadi suatu yang enteng.

 Baca Juga : Suatu Hari Nanti Akan Kembali Semua Ini Dan Menulis Buku Karangan

Catatan akhlak dari buku ini merupakan bila seorang hidup dengan metode melegakan ekspetasi orang lain, serta mengamanatkan hidup pada orang lain, itu merupakan metode hidup orang yang lagi membodohi diri sendiri, serta ia memanjangkan dustanya pada banyak orang di sekelilingnya. Jadi mulai saat ini, wajib berani tidak digemari!

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:

  • Dikala ini, bumi nampak lebih kompleks serta misterius bagimu, tetapi bila anda berganti, bumi ini hendak nampak lebih simpel. Persoalannya tidaklah mengenai gimana bumi ini, tetapi mengenai gimana anda.
  • Orang tidak dapat berganti. Serta di durasi yang serupa, anda berambisi dapat berganti.
  • Yang berarti tidaklah dengan apa seseorang dilahirkan, tetapi gimana ia memakainya.
  • Jika hidup ini semacam menaiki gunung buat hingga ke pucuk, pada kesimpulannya beberapa besar hidup kita merupakan‘ dalam ekspedisi’.

Hidup merupakan susunan momen.

Banyak selipan sindiran halus dalam buku ini:

  • Bukan bumi yang kompleks. Tetapi kaulah yang membuat bumi ini kompleks.
  • Tidak terdapat seseorang juga diantara kita yang bermukim di bumi yang adil, melainkan di bumi yang kita maknai dengan cara individual.
  • Orang tidak digerakkan oleh penyebab di era lalunya, tetapi beranjak mengarah tujuan yang mereka tetapkan sendiri.
  • Kita tidak dapat mengganti era kemudian, serta seperti itu penyebabnya hidup ini sedemikian itu susah.
  • Jika anda tidak dapat betul- betul merasa senang, nyata terdapat yang tidak selesai dengan keadaanmu dikala ini. anda wajib lalu berjalan serta tidak menyudahi.
  • Anda saat ini tidak senang sebab anda sendirilah yang memilah buat jadi tidak senang.
  • Orang senantiasa memilah buat tidak berganti.
  • Orang bisa berganti kadang- kadang, tanpa memandang lingkungannya. Anda tidak dapat berganti cuma sebab anda mengutip ketetapan buat tidak berganti.
  • Mengakuinya merupakan tindakan yang bagus. Tetapi janganlah kurang ingat, pada dasarnya tak mungkin buat tidak terluka dalam hubungannya dengan orang lain.
  • Yang dapat dicoba seseorang orang buat menghilangkan perkaranya cumalah menempuh hidupnya seseorang diri di alam sarwa ini.
  • Kita tidak dapat mengganti kenyataan adil. Tetapi pengertian individual dapat diganti sesering yang kita mau. Serta kita menghuni alam subjektivitas.
  • Jika seorang betul- betul percaya pada dirinya sendiri, ia tidak merasa butuh besar hati.
  • Kita hendak senantiasa menyamakan diri dengan orang lain, tidak hirau bagaimanapun keadaannya. Malah dari situlah perasaan inferior kita timbul, bukan?
  • Kenyataan kalau engkaulah yang menyudahi style hidup kamu, bukan orang lain.
  • Walaupun anda lagi menjauhi tugas- tugas kehidupanmu serta menempel pada bohong kehidupanmu, ini tidak terjalin sebab dirimu dipadati dengan kesalahan.
  • Janganlah hidup untuk penuhi ekspetasi orang lain.
  • Anda tidak hidup buat melegakan ekspetasi orang lain. Kita tidak butuh melegakan ekspetasi orang lain.
  • Seorang wajib memperoleh pengakuan, ataupun ia hendak mengidap. Bila tidak memperoleh pengakuan dari orang lain serta dari ibu dan bapaknya, ia tidak hendak mempunyai agama pada diri sendiri. Apakah itu hidup yang segar?
  • Bukanlah sangat susah mengukur apa yang diharapkan orang lain pada diri seorang, ataupun kedudukan semacam apa yang lagi dituntut darinya. Hidup semau batin, di pihak lain, amatlah susah.
  • Tidak terdapat alibi apa juga yang berkata kalau seorang tidak bisa menempuh hidupnya semau batin.
  • Dipuji membuat orang membuat agama kalau mereka tidak mempunyai keahlian.
  • Tidak terdapat orang yang sempurna. Tidak terdapat yang namanya orang dengan angka seratus persen.
  • Untuk orang, ketidakbahagiaan terbanyak merupakan tidak sanggup menggemari diri sendiri.
  • Hidup terdiri dari serangkaian momen, tanpa era kemudian serta era depan. Anda berupaya membagikan jalur pergi untuk dirimu sendiri dengan berpusat pada era kemudian serta era depan. Apa yang terjalin di era kemudian serupa sekali tidak terdapat sangkut pautnya dengan dirimu yang terdapat di mari dikala ini, serta apa yang bisa jadi terjalin di era depan tidaklah perihal yang diperlu dipikirkan di mari pada dikala ini. da kesimpulannya beberapa besar hidup kita merupakan‘ dalam ekspedisi’.

Share this:

Ulasan Buku The Psychology of Money Karya Morgan Housel
Buku

Ulasan Buku The Psychology of Money Karya Morgan Housel

Ulasan Buku The Psychology of Money Karya Morgan Housel – Tuturnya duit bukan segalanya. Terdapat orang yang memiliki banyak duit serta harta, tetapi hidupnya tidak senang. Tetapi, tanpa duit, hidup juga dapat kian kompleks serta membuat kita gampang membingungkan banyak perihal. Duit tetaplah kita butuhkan. Kehidupan serta rutinitas kita tidak hendak sempat terpisahkan dari masalah duit.

Ulasan Buku The Psychology of Money Karya Morgan Housel

Baca Juga : Review Buku Yang Berjudul Sumur

bookcafe – Duit dapat memperkenalkan keselamatan, tetapi di bagian lain dapat pula memperkenalkan kesusahan. Terkait dari metode gimana kita menyikapinya serta mengatur duit yang kita memiliki. Dipaparkan dalam Ayat Kebebasan di buku Psychology of Money, orang mau jadi lebih banyak supaya lebih senang.” Keceriaan merupakan poin kompleks sebab seluruh orang berlainan. Tetapi, bila terdapat kecocokan biasa di keceriaan( materi keceriaan umum) itu merupakan kalau orang mau menggenggam kontrol atas hidupnya.”

Memuat 19 Cerita Pendek

Keberhasilan dalam mengatur duit tidak senantiasa mengenai apa yang Kamu tahu. Ini mengenai gimana Kamu bersikap. Serta sikap susah buat diajarkan, apalagi pada orang yang amat cerdas sekalipun. Seseorang genius yang kehabisan kontrol atas emosinya dapat hadapi musibah finansial. Kebalikannya, orang lazim tanpa pembelajaran keuangan dapat banyak bila mereka memiliki beberapa kemampuan terpaut sikap yang tidak berkaitan dengan dimensi intelek resmi.

Uang―investasi, finansial individu, serta ketetapan bisnis―biasanya diajarkan selaku aspek berplatform matematika, dengan informasi serta metode berikan ketahui kita apa yang wajib dicoba. Tetapi di bumi jelas, orang tidak membuat ketetapan keuangan di spreadsheet. Mereka buatnya di meja makan, ataupun di ruang rapat, di mana asal usul individu, pemikiran istimewa Kamu mengenai bumi, kepribadian abdi, kebesarhatian, penjualan, serta bermacam insentif berbaur.

Dalam The Psychology of Money, pengarang juara apresiasi, Morgan Housel memberikan 19 narasi pendek yang mempelajari cara- cara abnormal orang berasumsi mengenai duit serta mengajari Kamu metode menguasai salah satu poin terutama dalam hidup dengan lebih bagus. buku ini ialah international bestseller, tercantum 10 buku terlaris di Amerika Sindikat tipe Amazon serta sudah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa,

Dengan terdapatnya duit, kita dapat mempunyai kontrol atas hidup kita. Pasti saja bukan kontrol seluruhnya atas seluruh pandangan dalam hidup, tetapi paling tidak kita dapat lebih hening dalam mengalami sebagian perkara apabila mempunyai lumayan duit. Dividen paling tinggi yang diserahkan duit, semacam yang dipaparkan dalam buku The Psychology of Money, sebetulnya merupakan kala kita memiliki keahlian melakukan apa yang kita mau, bila juga kita ingin, dengan siapa juga yang kita kehendaki, sepanjang yang kita dapat. Tidak bingung bila banyak orang mau jadi banyak sebab merasa dengan kekayaan yang dipunyai akan dapat menggenggam kontrol hidup dengan lebih utuh.

Pasti saja masing- masing orang memiliki perspektif ataupun ujung penglihatan berlainan terpaut dengan duit. Metode kita menyangkutkan ikatan antara keceriaan serta kekayaan juga dapat berbeda- beda satu serupa lain. Tidak cuma itu saja, ketetapan dalam menyimpan uang sampai mendanakan juga dapat nyata berbeda- beda pada masing- masing orang.

Kerap kita dianjurkan buat mempunyai pemograman finansial waktu jauh. Betul, itu merupakan anjuran yang bijaksana serta berarti. Tetapi, kita pula butuh mengetahui kalau bumi di sekitar kita berganti, angan- angan serta kemauan kita pula berganti. Dalam Ayat Kamu hendak Berganti, kita hendak menemukan ujung penglihatan yang menarik terpaut alangkah berartinya buat senantiasa memikirkan pergantian kemauan sampai keinginan yang hendak terjalin dalam hidup.

Baca Juga : Review Luca Adalah Buku Cerita Anak Untuk Layar Lebar

buku The Psychology of Money muat 19 narasi pendek yang mangulas serta mengupas bermacam perihal terpaut duit serta sedi- segi kehidupan. Menata duit lebih dari semata- mata mempertimbangkan pertanyaan kekayaan. Walaupun kadangkala masalah duit dapat membuat kita tekanan pikiran serta terhimpit, tetapi dengan berupaya buat menguasai keinginan serta kemajuan bumi dari durasi ke durasi, kita dapat lebih bijaksana dalam memaknai duit.

Masing- masing narasi dalam buku ini memperkenalkan ujung penglihatan istimewa serta menarik terpaut duit. Pengetahuan kita hendak diperluas dengan menguasai kerumitan bumi yang kita tinggali, sekalian membuat kita lebih gampang menyambut kenyataan alangkah dinamisnya kehidupan yang kita lakukan ini. Kita juga hendak disuguhi dengan bermacam informasi, kasus- kasus berarti di bumi perekonomian, perkembangan serta pergantian ekonomi dari durasi ke durasi, sampai perspektif pertanyaan keceriaan. The Psychology of Money sesuai dibaca oleh siapa saja yang mau lebih bijaksana serta terencana dalam menata finansial sampai untuk yang mau menciptakan makna- makna terkini buat menempuh hidup yang lebih aman.

Share this:

Review Buku Yang Berjudul Sumur
Buku Jurnalis

Review Buku Yang Berjudul Sumur

Review Buku Yang Berjudul Sumur – Buku ini diawali dengan kisah romantis khas yang sering kita lihat di TV atau surat-surat romantis. Dua anak, teman dekat, saling menyukai. Tragedi antara orang tua memisahkan hubungan. Di desa Toyib dan Siti, sumber air merupakan pusat kehidupan masyarakat. Mata pencaharian mereka bergantung pada sumber air ini. Tahun demi tahun berlalu, sumber air itu menjadi sumur. Sumur yang menjadi tumpuan kehidupan juga menjadi sumber penderitaan Toib dan Siti.

Review Buku Yang Berjudul Sumur

 Baca Juga : 10 Buku Baru Yang Menarik Dari Penulis Pendatang Baru

Konflik air.

bookcafe – Untuk yang hidup di dusun, pasti bersahabat dengan insiden beradu untuk menjaga sedikit air buat membanjiri tumbuhan. Pertemanan Toyib serta Siti putus bersamaan dengan tebasan ajal yang merenggut nyawa papa Siti. Bertahun- tahun memendam perasaan, hingga datang terdapat waktunya peluang buat Toyib berdialog kembali dengan Siti, yang selesai dengan perginya Siti meninggalkan dusun. Untuk mengembalikan antusias hidup Toyib, bapaknya mengajak Toyib berkelana yang pula mejadi kejadian, lagi- lagi mengaitkan air serta anomali alam yang tidak sempat mereka temui.

Seakan mau membuat cerita 2 sepasang ini meningkat murung, Siti yang berkelana ke kota juga tidak menciptakan keceriaan, walaupun kesimpulannya cair serta menikah dengan seseorang supir. Siti kesimpulannya kembali ke dusun, berjumpa dengan Toyib yang pula sudah menikah. Sumber kembali jadi saksi pertemanan, pusat kehidupan, serta kesimpulannya kembali jadi pangkal kesedihan untuk Toyib serta Siti.

Narasi” Sumber” tadinya sudah keluar dalam bahasa Inggris di antologi Tales of Two Planets: Stories Of Climate Change And Inequality In A Divided World dengan kepala karangan The Well. Antologi ini diterbitkan oleh Penguin Books pada 2020. Novel Sumber ini cuma pipih sekali, wujudnya pula kecil dengan graf yang relatif besar. Novel ini dimasukkan ke dalam sejenis pembungkus surat dengan coretan yang serupa semacam bukunya. Sejenak nampak cuma semacam ajakan ekslusif.

Aku bukan penggemar Eka Kurniawan. Aku membaca sebagian karangannya namun, style berbahasanya bukan tipe yang dapat aku nikmati. Novel” Sumber” ini lumayan marak diperbincangkan di Twitter penggemar literasi, yang membuat aku kesimpulannya FOMO, terlebih sebab terdapatnya memo dari pencetak kalau novel ini cuma hendak dicetak sekali. Anehnya, novel sumber ini amat enteng bahasanya. Berlainan sekali dengan bukunya yang lain yang penuh dengan bahasa akurat serta sering- kali melukiskan kekerasan yang cabul.” Sumber” membuat aku kembali menilai evaluasi aku pada karya- karya Eka Kurniawan.

 Baca Juga : Coventry Dan Trick Mirror Buku Karangan Terbaik Yang Ditulis 

Dari novel sumber ini kita dapat memandang kalau kehidupan sosial warga dapat jadi amat berganti oleh terdapatnya pergantian alam. Melalui cerita Siti serta Toyib, Eka Kurniawan dapat melukiskan dampak dari kekeringan, banjir, hawa yang berganti amat pengaruhi kehidupan warga. Warga orang tani serta gembala yang menyudahi jadi daya agresif di kota sebab tidak lagi mempunyai pangkal nafkah di dusun.

Sumber bukan cuma mengenai Siti serta Toyib. Sumber merupakan cerminan cerita para orang tani kita. Kerap sekali kita mengikuti informasi kekeringan, kandas panen, gersang berkelanjutan, serta ayah bercocok tanam berebut air di kebun. Melalui Sumber, insiden itu tidak lagi jadi hanya kepala karangan di surat kabar. Sumber membuat kita dapat memikirkan dampak dari seluruh insiden itu pada keluarga serta warga lain terdampak. Sangat abnormal, gimana novel sekecil serta narasi simpel ini membagikan cerminan hal beratnya akibat pergantian hawa melampaui ceramah ataupun kampanye yang kerap melintas di bermacam alat massa.

Share this:

10 Buku Baru Yang Menarik Dari Penulis Pendatang Baru
Buku

10 Buku Baru Yang Menarik Dari Penulis Pendatang Baru

10 Buku Baru Yang Menarik Dari Penulis Pendatang Baru, Jutaan buku baru memasuki pasar setiap tahun — tetapi, sejujurnya, sebagian besar tidak akan pernah mencapai ketenaran dan kekayaan besar. Akibatnya, masih ada begitu banyak penulis hebat di luar sana yang tidak diketahui orang: ahli bahasa dengan kisah luar biasa untuk diceritakan.

Dalam upaya untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini, berikut adalah 10 buku luar biasa dari penulis yang sedang naik daun yang layak untuk Anda pertimbangkan dan pasti akan membuat Anda merasakan sesuatu. Entah itu kegembiraan atau keputusasaan (terkadang dalam buku yang sama), judul-judul ini akan menyandera Anda dengan kata-kata tertulis yang indah.

1. Jersig oleh JB Whitehouse

Buku ini mengikuti karakter utama untuk menyaingi beberapa “pencari identitas” sastra besar zaman kita. Narator kami, “Q”, adalah seorang pemuda yang ingin tahu tetapi memiliki jalan terbatas tentang bagaimana melarikan diri dari kehidupan duniawinya … yaitu, sampai kesempatan bertemu dengan Jersig, seorang pengusaha kaya dan sukses yang memperkenalkan Q ke yang sama sekali baru ( dan tidak sepenuhnya menguntungkan) cara hidup.

Pada satu tingkat, Jersig adalah kisah peringatan yang gemilang tentang bahaya berteman dengan orang asing — serta peluang hidup yang luas untuk melakukannya. Tapi itu lebih dari itu: kisah klasik identitas dan introspeksi mendalam, disampaikan oleh suara baru yang kreatif dan cerdas.

Baca Juga : Review 10 Buku Terbaik Toni Morrison

2. The Rage Colony oleh Shanon Hunt

Shanon Hunt tampaknya memiliki formula ini. Melesat ke kancah sastra dengan debut 2019-nya The Pain Colony , dia memanfaatkan pengalaman masa lalunya sebagai eksekutif farmasi dengan sangat baik dan telah lebih jauh menembus subgenre thriller medis dengan sekuel yang menggigit kuku.

The Rage Colony adalah film thriller yang menggugah pikiran, bahkan lebih kompleks yang menyoroti bahaya yang terlalu nyata dari rekayasa dan manipulasi genetika. Hunt memiliki bakat untuk menciptakan ketegangan yang membalik halaman yang didasarkan pada teori ilmiah, kemudian secara halus menutupinya dengan horor gelap.

3. A Palm Beach Scandal oleh Susannah Marren

Dengan hanya dua buku, Susannah Marren telah memojokkan pasar sastra untuk Palm Beach, surga Florida tempat keluarga menghadapi tekanan kuat untuk tampil “sempurna” setiap saat. Marren sendiri adalah detektif psikologis yang ahli dan penafsir perasaan tersembunyi — belum lagi konsekuensi menyimpan rahasia.

Menurut bookcafe.net Dalam A Palm Beach Scandal , dia mengerahkan bakatnya, menggali jauh ke dalam hubungan dua saudara perempuan satu sama lain, orang tua mereka, seorang suami, dan seorang kekasih. Marren sangat ahli dalam mengambil situasi luar biasa dan merasakan respons karakter yang realistis ; terlepas dari semua drama, buku ini tidak pernah terasa seperti melompati hiu.

4. Franklin Rock oleh Mark E. Klein

Siddhartha satu bagian dan Forrest Gump satu bagian, mahasiswa sarjana Franklin Rock telah dipilih untuk mengubah dunia. Dalam satu momen yang luar biasa, Franklin mengetahui bahwa hidupnya akan menjadi petualangan yang tidak seperti yang lain: dia harus melakukan perjalanan melalui waktu untuk memiliki kebangkitan spiritual, menemukan takdirnya, dan memberikan hadiah (yang isinya tidak dia ketahui) kepada umat manusia.

Penuh dengan sentimen mendalam dan tema universal, namun menyampaikan semuanya dengan sentuhan ringan, Franklin Rock adalah — seperti yang dikatakan penulis buku terlaris New York Times Jane Stanton Hitchcock — tidak kurang dari “The New Age Candide .”

5. The Audacity of Sara Grayson oleh Joani Elliott

Apa yang terjadi ketika keinginan ibumu yang sekarat menjadi mimpi terburukmu? Itulah dasar dari novel debut Joani Elliott ini, yang memadukan genre dengan cara yang menarik. Protagonis kami, Sara Grayson, adalah seorang penulis kartu ucapan berusia 32 tahun dengan beberapa ambisi sastra lainnya.

Tapi itu berubah ketika Sara mengetahui bahwa ibunya yang baru saja meninggal — seorang penulis novel ketegangan yang terkenal di dunia — ingin Sara menyelesaikan buku terakhir dalam seri terlarisnya. Dalam usahanya untuk mengisi posisi ibunya, Sara menemukan rahasia keluarga yang seharusnya tidak pernah dia temukan … rahasia yang mengancam baik buku yang dia coba buat danseluruh warisan ibunya.

6. Walking Among Birds oleh Matthew Hickson

Sebuah drama yang rapi dan menarik, ada banyak hal yang disukai tentang Walking Among Birds : kisah yang menawan, pemeran yang bersemangat, latar sekolah asrama yang indah dan alam sekitarnya, narator yang ingin Anda ajak minum, dan janji yang menjanjikan. penulis dengan daging sastra untuk melakukan semuanya.

Hickson menggunakan rahasia gelap tidak hanya untuk mengatur cerita, tetapi untuk memajukannya — dalam nada yang menarik dari The Secret History dan If We Were Villains — melalui mekanisme canggih yang hanya cocok dengan kecakapan prosanya. (Satu kalimat yang sangat bagus, dingin karena di luar konteks, berbunyi: “Kelemahan daging kita seharusnya tidak sebanding dengan ketekunan roh kita.”)

7. Moments Like This oleh Anna Gomez dan Kristoffer Polaha

Mampu berbagi perasaan universal dan menawarkan jaminan bahwa semuanya akan baik-baik saja, jika hanya melalui media novel roman , sangat berarti bagi Anna Gomez. “The Happily Ever After menandakan bagi saya, lebih dari segalanya, harapan. Dan saya pikir orang-orang saat ini hanya mencari harapan.” Ketika dia bertemu mitra penulis Kristoffer Polaha, itu adalah pikiran yang benar-benar “bertemu-imut”.

Puncaknya adalah Moments Like This: buku pertama dalam seri From Kona with Love , yang menyatukan romansa multikultural, cinta, kehilangan, dan penebusan. Saat-saat Seperti Inimemulai kisah keluarga yang berlatar pulau Hawaii yang indah, pertama-tama berfokus pada pasangan Andie dan Warren, yang memulai petualangan baru bersama dalam suasana yang sangat menyenangkan.

Baca Juga : Resensi Buku Sapiens karya Yuval Noah Harari

8. EO-N oleh Dave Mason

Dalam ulasannya tentang EO-N , Dennis Hetzel mencatat, “Mason jelas bukan penulis pertama yang menggunakan kengerian Nazi Jerman sebagai perancah untuk sebuah cerita menarik yang relevan dengan hari ini. Apa yang membuat EO-N istimewa adalah bagaimana dia melakukannya dengan mata yang segar, plot yang menarik, dan ketangkasan seorang penulis yang percaya diri.

” Dalam tulisan yang apik dengan plot yang lebih tajam ini, eksekutif biotek Alison Wiley ditarik ke dalam misteri berusia 74 tahun yang dimulai di bawah permukaan gletser Norwegia. Mason dengan ahli menghubungkan titik-titik antara kakek Wiley — seorang pilot Angkatan Udara Kerajaan Kanada yang sombong pada tahun 1945 — dan pilot Luftwaffe yang kecewa Mayor Günther Graf, terperangkap dalam kengerian Nazi Jerman yang tak terkatakan. Perjalanan yang terjalin erat dan mencekam melalui masa lalu dan masa kini.

9. Snatch 2&20 oleh Luke E. Fellows

Penulis Luke Fellows menggambarkan dirinya sebagai co-founder yang sekarang sudah pensiun dari hedge fund yang berfokus pada teknologi. Dia menambahkan: “Ironi tidak hilang pada saya bahwa kesuksesan saya di industri keuangan memberi saya sarana untuk menghabiskan waktu saya dengan merusaknya.” Hasilnya adalah Snatch 2&20 , sebuah sindiran tegang di Wall Street yang merenungkan pertanyaan:

Apakah Anda akan menjual jiwa Anda kepada titan dana lindung nilai sosiopat seharga puluhan juta dalam bentuk uang kotor? Bagaimana dengan istri seksi Anda? Bagaimana jika itu berarti menyesuaikan diri dengan pengusaha teknologi yang neurotik dan bejat sambil mempertaruhkan kebebasan Anda, dan mungkin bahkan hidup Anda? Bagian yang sama dari Black Mirror dan Adam McKay, Snatch 2&20 akan membuat pembaca tertawa satu saat dan ngeri berikutnya pada kesialan modern dari protagonis yang bernasib buruk.

10. The Secret Diaries of Juan Luis Vives oleh Tim Darcy Ellis

Setelah menemukan buku ini, pembaca akan bertanya-tanya mengapa mereka belum pernah mendengar nama Juan Luis Vives sebelumnya. “Saya sebenarnya tidak sengaja menemukan Vives,” kata tim darcy ellis author. “Dia sangat penting di abad ke-16 tetapi sebagian besar telah dilupakan oleh arus utama.

” Dalam fiksi sejarah yang luar biasa ini, Ellis dengan gamblang menghidupkan kembali Vives melalui tulisan-tulisan imajiner yang menangkap seorang pria yang benar-benar maju di masanya. Ellis memutar buku harian Vives dengan semua emosi mentah yang Anda harapkan dari seorang pria yang menghabiskan hidupnya lari dari kekuatan yang ingin dia mati, tetapi cukup bijaksana untuk mengetahui bahwa “[bahkan jika] itu adalah dunia yang kejam, satu-satunya cara untuk mengubah itu untuk tinggal di dalamnya.”

Share this:

Review 10 Buku Terbaik Toni Morrison
Buku

Review 10 Buku Terbaik Toni Morrison

Review 10 Buku Terbaik Toni Morrison, Almarhum Toni Morrison yang hebat adalah raksasa dunia sastra dan ikon sastra Hitam. Ketika dia meninggal pada tahun 2019, dia memiliki daftar panjang penghargaan atas namanya: pemenang hadiah Pulitzer, editor wanita kulit hitam pertama di Random House, dan wanita kulit hitam pertama (dan satu-satunya) yang memenangkan Hadiah Nobel dalam Sastra. Pada 2012, dia bahkan dianugerahi Presidential Medal of Freedom.

Lebih penting lagi, Morrison telah mendapatkan tempat di hati dan rak buku pembaca di seluruh dunia dengan mengkristalkan pengalaman Hitam sepanjang sejarah Amerika dalam bentuk prosa yang mengalir, menghipnotis, dan sangat indah.

Maksud bookcafe.net adalah, Anda pasti harus membaca beberapa buku Toni Morrison! Dan Anda akan menemukan banyak hal untuk dikejar. Jadi di mana untuk memulai? Memilih buku-buku terbaik Toni Morrison hampir tidak mungkin — dan sangat subjektif. Jadi, alih-alih, kami telah menyusun rute yang sempurna menjadi tulisan yang luar biasa seumur hidup.

Jika Anda merasa kewalahan dengan banyaknya buku klasik hebat di luar sana, Anda juga dapat mengikuti kuis 30 detik kami di bawah ini untuk mempersempitnya dengan cepat dan mendapatkan rekomendasi buku yang dipersonalisasi

1. The Bluest Eye (1970)

Jika Anda bingung untuk di mana untuk memulai dengan setiap penulis sebagai terkemuka sebagai Toni Morrison, kami akan selalu menyarankan mengambil Novel debut mereka. Ditulis pada secarik kertas saat Morrison memasak makan malam putranya, The Bluest Eye diterbitkan selama waktunya sebagai editor.

Novel ini mengikuti seorang gadis muda bernama Pecola Breedlove, yang tumbuh di Lorain, Ohio – kampung halaman Morrison – pada tahun-tahun setelah Depresi Hebat. Secara konsisten diintimidasi karena kulitnya yang gelap dan dibuat merasa jelek dan tidak dicintai, Pecola berdoa untuk keajaiban mata biru — ciri kecantikan kulit putih Amerika. Sebagai hasil dari keinginan yang mustahil ini, dan trauma yang dideritanya di tangan orang lain, kehidupan Pecola mulai terurai.

The Bluest Eye adalah buku yang menghancurkan tentang permusuhan dan rasa sakit yang ditimbulkan pada orang-orang yang rentan oleh standar kecantikan yang rasis. Dalam apa yang menjadi prosa puitis khasnya, Morrison menghadapi tema sulit ini, serta tema inses dan penyerangan, dengan kemanusiaan bawaan, mengatur nada untuk karyanya yang akan datang.

2. Beloved (1987)

Beloved Toni Morrison secara luas dianggap sebagai novel terbesarnya: sebagian karena novel itu memenangkan Hadiah Pulitzer untuknya, dan sebagian lagi karena memang hebat! Ditetapkan setelah Perang Saudara Amerika, novel ini mengambil pandangan yang teguh pada kengerian sejati dan trauma psikologis perbudakan.

Sethe adalah budak pelarian yang terus dihantui oleh ingatannya tentang perkebunan delapan belas tahun setelah pelariannya. Tinggal di Ohio bersama putrinya, dia menjadi yakin bahwa rumah mereka dihuni oleh roh jahat, yang dia yakini sebagai hantu bayinya, dibaringkan di taman di bawah batu nisan bertanda ‘Kekasih’.

Baca Juga : Review Buku Humandkind Yang Berjudul Sejarah Penuh Harapan

Eksplorasi rasa bersalah dan menjadi orang tua yang menakutkan namun penting ini diilhami oleh kisah tragis kehidupan nyata Margaret Garner, seorang wanita yang diperbudak yang melarikan diri bersama putrinya ke negara bagian Ohio yang bebas pada tahun 1856. Di Beloved, Morrison menyuarakan kengerian pengalaman “Enam Puluh Juta dan lebih” orang Afrika-Amerika yang, seperti Garner, menanggung kekejaman perbudakan.

3. Song of Solomon (1977)

Bertarung dengan Beloved dalam pemungutan suara populer untuk judul “best book by Toni Morrison” adalah novel awal yang membuka jalan bagi karyanya yang orisinal di kemudian hari. Sebuah tur de force gaya, Song of Solomon dijiwai dengan pemahaman yang kaya Morrison tentang tradisi novelistik, dan memadukan fabel, fantasi , dan realisme magis, sebagai karakter utamanya, Macon “Milkman” Dead III, dewasa .

Seorang pria kulit hitam yang tinggal di Michigan dengan latar belakang Depresi Hebat, Milkman tumbuh dan meninggalkan kota Rust Belt-nya, menyerang Selatan untuk mencari akar keluarganya — dan harta karun mereka yang dikabarkan. Buku ini adalah potret bijak dan keras tentang seorang pemuda kulit hitam yang mulai memahami warisan kekerasannya. Buku ini tidak hanya mendapat pujian dari mantan presiden Barack Obama, tetapi juga merupakan buku Morrison pertama yang dipilih untuk Oprah’s Book Club ( platform yang sangat besar ) — jadi buku ini sangat direkomendasikan.

4. Tar Baby (1981)

Setelah bertahun-tahun menyulap pekerjaan sehari – harinya sebagai editor dengan kehidupan sebagai ibu tunggal — sambil bekerja sambilan sebagai penulis — rilis Tar Baby akhirnyamemungkinkan Morrison untuk berkomitmen menjadi penulis penuh waktu. Namun, apa yang hilang dari Random House dalam keterampilan mengedit , mereka dapatkan dalam bakat menulis, karena Morrison mencapai kesuksesan yang tak terukur dan pujian yang diraih dengan susah payah dengan tujuh novel berikutnya.

Adapun buku itu sendiri, Tar Baby menata ulang kisah abadi dari sepasang kekasih yang bernasib sial. Jadine Childs adalah model fesyen cantik yang pelindung kulit putihnya yang kaya telah mensponsorinya ke dalam pendidikan dan masyarakat elit. Seorang Amerika Hitam yang sekarang tinggal di Eropa, dia memiliki pacar kulit putih yang canggih, gelar dalam sejarah seni, dan mantel yang terbuat dari sembilan puluh kulit anjing laut. Anak adalah buronan Hitam yang datang ke layanan sponsor Jadine.

Seorang penjahat yang tidak berpendidikan, kasar, dan cantik, dia mewujudkan semua yang dibenci dan diinginkan Jadine. Melalui perselingkuhan mereka, Morrison dengan tajam membahas rasisme yang sudah mendarah daging dalam masyarakat Amerika dan memetakan perbedaan dan asimilasi yang bernuansa dan dangkal yang mengadu domba orang satu sama lain: tuan dan pelayan, pria dan wanita, Hitam dan putih.

5. Jazz (1992)

Buku kedua dalam trilogi Morrison tentang sejarah Afrika-Amerika (setelah Beloved ), Jazz membedakan dirinya dari karya-karyanya yang lain dalam gaya dan latar, menjadikannya bacaan yang penting dan menarik bagi seseorang yang, pada titik ini, mungkin adalah penggemar Toni Morrison .

Di tengah hiruk-pikuk kota Harlem tahun 1920-an, Jazz menceritakan kisah tragis cinta segitiga antara seorang penjual dari rumah ke rumah yang kejam, istrinya yang bermata hijau, tidak stabil, dan kekasih remajanya Dorcas. Kejahatan yang memulai narasi merobek novel ini dengan lolongan cinta, kemarahan, dan pengkhianatan, menyinkronkan prosa Morrison dengan semua gairah yang membengkak dan mencelupkan dari nada jazz. Musik jazz tidak hanya memberi novel energi dan panasnya, tetapi juga mengilhami strukturnya, dengan perspektif yang berubah dan sketsa kabur yang membangkitkan improvisasi dan polifoni genre.

6. Sula (1973)

Di daerah miskin, Black Midwest, di lingkungan yang dikenal sebagai Bottom, dua gadis muda, Nel dan Sula, adalah teman terdekat. Tetapi meskipun mereka mengetahui rahasia dan mimpi satu sama lain, mereka ditakdirkan untuk tumbuh menjadi dua wanita yang sangat berbeda. Nel, dibesarkan dalam keluarga yang lurus dan konservatif, menetap dan menikah langsung dari sekolah menengah; sementara Sula, yang masa kecilnya dengan neneknya yang eksentrik dan ibunya yang tak terduga penuh dengan ketidakstabilan, menghilang dari kota segera setelah pernikahan Nel. Ketika dia kembali ke Bawah setelah sepuluh tahun menghilang secara misterius, dia berperan sebagai paria kota. Tak seorang pun, apalagi Nel, yang siap memercayainya.

Sula adalah studi yang terlalu familiar tentang dunia yang membenci wanita kuat; satu di mana masyarakat mencoba untuk menahan kekuatan bandel karena terjebak oleh rasa takut dan terikat pada konvensi sosial. Namun, meskipun keras dan pahit, novel Morrison, seperti biasa, membangkitkan semangat, rhapsodic, dan sangat hidup.

7. Paradise (1997)

“Mereka menembak gadis kulit putih terlebih dahulu. Dengan yang lain, mereka bisa meluangkan waktu.” Ini adalah kalimat pembuka Paradise (Morrison novel) , buku terakhir dalam trilogi sejarahnya . Meditasi yang tak terlupakan tentang gender , ras, dan agama, novel ini dibuka dengan tindakan kekerasan yang mengerikan, dan mencatat asal-usulnya di kota Oklahoma yang serba hitam bernama Ruby.

Kota ini dibangun di atas ketakutan, kebenaran, dan kode moral yang ketat, dan sepenuhnya didominasi oleh keluarga pendirinya — keturunan budak yang dibebaskan yang dapat melacak nenek moyang mereka lebih dari seratus tahun. Ketika komunitas patriarki ini merasa dirinya berada di bawah ancaman dari kota yang semuanya perempuan bernama Biara, penindasan yang membara selama bertahun-tahun akan disulut menjadi api kemarahan yang hebat, dan sembilan warga laki-laki akan meletakkan rasa sakit dan kemarahan mereka pada empat perempuan muda. Dalam prosa yang melonjak, Morrison menjalin permadani yang tak terlupakan dari cerita rakyat, sejarah, dan mitos; masa lalu, sekarang, dan masa depan.

8. God Help the Child (2015)

Novel terakhir Morrison menggabungkan unsur realisme magis yang mengilhami Song of Solomon , dengan pergeseran perspektif Jazz ,dan tema-tema yang berani seperti The Bluest Eye , membuktikan bahwa dia tetap menjadi penulis yang kuat sepanjang karirnya.

Buku pertama karya Toni Morrison yang berlatar saat ini, God Help the Child mengantisipasi percakapan yang mendominasi fiksi Hitam beberapa tahun kemudian — yaitu tentang warna. Di pusat novel adalah “Bride”, seorang wanita muda yang percaya diri dengan kulit biru-hitam yang indah, yang selalu menoleh kemanapun dia pergi. Tapi Mempelai Wanita tidak selalu tahu bagaimana memakai kecantikannya. Sebagai seorang anak dia ditolak cinta oleh ibunya yang berkulit terang, yang diracuni oleh ketegangan kecemasan warna yang masih ada di komunitas kulit hitam.

Sekarang, saat Bride mencoba untuk mencintai suaminya Booker, dia menemukan dirinya dikhianati oleh saat putus asa di masa lalunya, cacat oleh dosa dan penderitaan masa kecilnya, dan menyusut ke dalam tubuh tak berbulu seorang gadis. Toni Morrison mengungkap kerusakan yang dapat dilakukan orang dewasa terhadap anak-anak dalam novel yang cepat dan ganas ini.

9. A Mercy (2008)

Selalu menjadi penulis sejarah yang hebat dari pengalaman Amerika, dalam A Mercy, Morrison meneliti era perdagangan budak yang secara signifikan kurang disewa daripada dekade terakhirnya: yaitu, permulaannya selama abad ketujuh belas.

Cerita terjadi di Virginia, di rumah seorang pedagang Anglo-Belanda bernama Jacob Vaark, yang setuju untuk menerima seorang gadis budak dari pemilik perkebunan sebagai pengganti pembayaran utang. Ke rumah Yakub memasuki Florens kecil, bergabung dengan istrinya Rebekka, Lina, pelayan asli Amerika mereka, dan Duka bayi kecil. Di sini, di antara para wanita ini, Florens mencari cinta yang tidak dimiliki seorang ibu; dan bersama-sama mereka menghadapi cobaan dari lingkungan mereka yang keras saat Vaark mencoba mengukir tempat untuk dirinya sendiri di negara baru yang bermusuhan dan tanpa hukum. Mercy begitu indah dan mendasar, itu akan membuat Anda gemetar pada kekuatan penceritaannya dan martabat tujuannya.

Baca Juga : Apa Yang Membuat Buku Anak-anak Menjadi Bagus?

10. The Source of Self-Regard (2019)

Karya terakhirnya yang diterbitkan sebelum dia meninggal, The Source of Self-Regard adalah Toni Morrison dengan kata-katanya sendiri. Kumpulan esai dan pidatonya yang paling penting, koleksi nonfiksi ini disusun menjadi tiga bagian dan mencakup empat dekade karya Morrison. Setiap bagian diselingi oleh pendahuluan yang kuat: yang pertama, doa yang membakar untuk kematian 9/11; yang kedua, meditasi pencarian tentang Martin Luther King Jr.; dan yang ketiga, pidato yang menyayat hati untuk James Baldwin.

Di luar perkenalan ini, ia menawarkan refleksi yang menyentuh pada berbagai subjek, termasuk pemberdayaan perempuan, kekayaan, artis dalam masyarakat, dan kehadiran Afrika-Amerika dalam sastra.. Dia juga merefleksikan proses kreatifnya sendiri, meninjau kembali novel-novelnya yang paling terkenal dengan pandangan kritis yang tajam. Jadi, setelah Anda membaca semua novel terbaik Toni Morrison, ini adalah buku yang sempurna untuk diambil selanjutnya.

Share this:

Review Buku Humandkind Yang Berjudul Sejarah Penuh Harapan
Buku

Review Buku Humandkind Yang Berjudul Sejarah Penuh Harapan

Review Buku Humandkind Yang Berjudul Sejarah Penuh Harapan – Apakah orang pada hakikatnya terlahir baik? Ataupun justru tiap orang telah mempunyai bawaan watak kurang baik semenjak lahir? Kita sebetulnya terlahir bagus ataupun kurang baik? Masalah ini dapat mengundang perbincangan yang jauh. Rasanya bermacam berbagai filosofi hendak dikatakan buat mensupport tiap agama tiap pihak.

Review Buku Humandkind Yang Berjudul Sejarah Penuh Harapan

 Baca Juga : Ulasan Buku We Choose Our Cults Every Day

” Ini merupakan buku hal sesuatu buah pikiran radikal,” sedemikian itu perkataan pembuka dalam kepala karangan ayat” Sesuatu Realisme Terkini” bookcafe dalam buku Humandkind: Asal usul Penuh Impian buatan Rutger Bregman. Buah pikiran radikal yang diartikan merupakan kalau beberapa besar orang pada dasarnya bagus. Dalam bencana- bencana terbanyak sejauh asal usul, terdapat bukti- bukti kalau kala darurat terjalin, orang malah dapat menimbulkan bagian terbaik.

Dikala terdapat musibah, kejadian manusiawi, ataupun bencana, orang dapat menimbulkan dasar terbaik dirinya. Silih tolong, silih membantu, serta silih memperbaiki diri satu serupa lain jadi temuan- temuan luar lazim di tengah terbentuknya sesuatu insiden kurang baik. Orang memiliki ketidaksukaan yang bersumber kepada kekerasan semacam pemaparan mengenai banyak serdadu perang yang tidak sampai hati menarik belatik, serta beberapa besar korban jatuh sebab serbuan dari jauh oleh para angkasawan ataupun penembak yang tidak sempat butuh memandang mata kompetitor.

  • Penulis: Rutger Bregman
  • Judul: Humandkind
  • Tata letak isi: Fajarianto
  • Penerjemah: Zia Anshor
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Ada kepercayaan yang menghubungkan kiri dan kanan, psikolog dan filsuf, penulis dan penulis sejarah. Keyakinan ini mengilhami berita utama di sekitar kita dan hukum yang mengatur kehidupan kita. Dari Machiavelli hingga Hobbes, dari Freud hingga Dawkins, akar kepercayaan ini telah mengakar kuat dalam pemikiran Barat. Kita diajari bahwa manusia pada dasarnya egois dan didorong oleh kepentingan diri sendiri.

Manusia telah mengajukan argumen baru: jika kita berasumsi bahwa manusia secara inheren lebih realistis dan revolusioner. Naluri kerja sama alih-alih persaingan, kepercayaan alih-alih ketidakpercayaan memiliki dasar evolusi yang dapat ditelusuri kembali ke asal usul spesies kita. Pikiran buruk tentang orang lain tidak hanya mempengaruhi cara kita memandang orang lain, tetapi juga politik dan ekonomi kita.

Di buku berarti ini, pengarang laris global Rutger Bregman merangkum sebagian riset sangat populer di bumi dalam kerangka terkini, berikan ujung penglihatan terkini buat 200. 000 tahun terakhir dalam asal usul orang. Bregman membuktikan gimana keyakinan kepada kebaikan serta altruisme orang dapat mengganti metode kita berpikir—dan jadi dasar buat menggapai pergantian asli di warga.

Waktunya terdapat pandangan baru atas hakikat manusia.

Rutger Bregman lewat buku ini mau meyakinkan kalau orang pada dasarnya tidak kejam. Orang pada dasarnya bagus serta terlahir dengan watak bagus. Buat memantapkan buah pikiran serta keyakinannya itu, beliau melaksanakan banyak studi mengenai peristiwa- peristiwa besar di bumi semacam Perang Bumi serta barak Fokus Auschwitz. Asal usul orang dari era ke era juga beliau membeset buat menelisik lebih jauh mengenai dasar orang.

 Baca Juga : Mengenal Tentang Pengarang Buku J. Patrick Lewis

buku ini menguraikan asal usul penuh impian dengan ulasan dari bermacam bagian, mulai dari bagian sosiologis, filosofis, historis, sampai intelektual. Kita juga dibawa buat lebih mengidentifikasi diri sendiri. Orang semacam apa kita sesungguhnya? Apakah kita betul- betul dapat jadi orang yang bagus terbebas dari bermacam titik berat serta permasalahan yang timbul dalam kehidupan? Banyak pemaparan yang lumayan mencengangkan sekalian membuka mata terpaut diri kita yang sebetulnya.

Membaca buku ini terdapat bagusnya di cerna dengan cara lama- lama. Banyak sekali bukti- bukti riset, hasil studi, serta macam filosofi terpaut asal usul serta kehidupan orang. Bisa jadi hendak terdapat keadaan yang membuat alis kita mengkerut, tetapi terdapat pula yang hendak membuat kita mesem.

Impian senantiasa terdapat. Kita sedang memiliki impian mempunyai serta membuat bumi yang lebih bagus. Bumi ini memanglah amat lingkungan, apalagi orang itu sendiri pula memiliki beberapa bagian konflik. Tetapi, impian buat dapat jadi orang yang lebih bagus serta memperkenalkan akibat positif dalam kehidupan ini senantiasa terdapat.

Share this:

Ulasan Buku We Choose Our Cults Every Day
Buku

Ulasan Buku We Choose Our Cults Every Day

Ulasan Buku We Choose Our Cults Every Day – Dalam minggu-minggu setelah saya membawa anak kembar saya pulang dari rumah sakit, yang dapat saya pikirkan hanyalah tidur—tidak adanya tidur, keinginan untuk tidur, ketidakmampuan fisik dan psikologis saya untuk melakukan tugas-tugas paling mendasar sekalipun tanpa tidur. Datanglah Cara, seorang wanita manis yang sangat menenangkan yang berbasis di Arizona yang kelas tidur bayi virtualnya ($79) dipenuhi dengan mantra (“Tidak ada mama yang lebih baik untuk bayi di planet ini selain Anda”), neologisme (“SITBACK”), kata kunci (“jam ajaib”), dan rasa terhubung dengan orang tua lain yang berjuang seperti kami. Dan itu berhasil. Suatu kali, saya bertanya kepada suami saya berapa banyak yang akan dia bayarkan untuk kelas Cara seandainya dia tahu betapa berharganya itu bagi kami. “Sepuluh ribu dolar,” jawabnya, langsung. (Agar jelas tentang taruhannya, kami harus mengambil pinjaman.yang kebijakannya memisahkan bayi dari orang tua mereka terasa seperti pengkhianatan yang mendalam . (Dumaplin mengkonfirmasi donasi dan mengatakan dia tidak setuju dengan semua aspek administrasi Trump.) Kotak masuk saya mulai meledak dengan pesan dari ibu baru lainnya yang hancur tidak hanya oleh disonansi itu, tetapi juga oleh fakta bahwa mereka telah kehilangan sosok tepercaya yang mengambil status mitis—yang menjadi semacam idola.

Ulasan Buku We Choose Our Cults Every Day

 Baca Juga : A PROMISED LAND By Barack Obama

bookcafe – Dengan kata lain, kami telah bergabung dengan kultus Cara. Saya tidak begitu menyadari bagaimana hal itu terjadi sampai saya membaca buku baru Cultish , Amanda Montell yang cerdas dan mencerahkan.tentang jenis aliran sesat yang diikuti orang setiap hari dan pola linguistik yang digunakan oleh aliran sesat dan merek semacam itu untuk menarik kita masuk. Tidak setiap organisasi pemujaan atau aliran sesat selalu merusak: Pecandu Alkohol Anonim dan kampanye penggalangan dana amal memanipulasi bahasa untuk memberi energi kepada peserta mereka dan menciptakan rasa komunitas yang penuh harapan. Tetapi tuntutan kehidupan modern, menurut Montell, telah membuat banyak orang mencari merek dan “guru” untuk jenis bimbingan dan makna yang biasa mereka temukan dalam agama. Saya tahu lebih banyak orang yang beribadah di altar Peloton daripada saya yang pergi ke gereja. Dan dengan segala sesuatu yang menimbulkan pengabdian dan komitmen finansial yang sama, ada ruang untuk terjadinya eksploitasi. kultusmeneliti secara menyeluruh bagaimana kata-kata dapat dimanipulasi untuk membangun rasa kebersamaan, menegakkan nilai-nilai kolektif, menutup perdebatan, atau bahkan memaksa perilaku merusak atas nama ideologi. Meskipun “taruhan dan konsekuensi” menjadi penggemar CrossFit versus bergabung dengan kelompok spiritual 3HO berbeda, buku tersebut berpendapat, metode yang digunakan oleh kedua kelompok dapat tampak “sangat mirip, sangat mirip.” Pertimbangkan “patois pribadi” dan slogan favorit CrossFit ( gerakan fungsional , DOMS , EIE ), tulis Montell, di samping istilah 3HO ( kesadaran Piscean , otak kadal , jiwa tua ).

Montell, seorang ahli bahasa dan penulis sebelumnya Wordslut: Panduan Feminis untuk Mengambil Kembali Bahasa Inggris , adalah seorang penulis semilir dan panduan empatik ke berbagai sudut subkultur Amerika. Ayahnya, tulisnya, dibesarkan dalam aliran sesat (Synanon, program rehabilitasi narkoba yang berubah menjadi komunitas kriminal yang kejam dan berbahaya.), dan saat dia memohon padanya untuk cerita tentang hal itu sebagai seorang anak, dia menjadi terpesona dengan “bahasa khusus” aneh yang digunakan oleh anggota dan apa yang terungkap tentang dunia mereka. Bahasa kultus, ia mengusulkan, melakukan tiga hal: Itu membuat orang merasa unik tetapi juga terhubung dengan orang lain; itu mendorong orang untuk merasa bergantung pada pemimpin, kelompok, atau produk tertentu sampai-sampai hidup tanpa mereka terasa mustahil; dan itu “meyakinkan orang untuk bertindak dengan cara yang sepenuhnya bertentangan dengan realitas, etika, dan perasaan diri mereka sebelumnya.” Dua efek terakhir inilah yang cenderung memisahkan merek atau orang yang menginspirasi pengikut kultus (misalnya, SoulCycle) dari kelompok dan pemimpin yang lebih jahat.

Montell menceritakan kisah-kisah kultus terkenal dan kelompok-kelompok yang diduga mirip kultus untuk memeriksa bagaimana bahasa secara historis memungkinkan pemaksaan. Jim Jones, tulisnya, menggunakan kata-kata kode dan neologisme untuk memisahkan penduduk Jonestown dari orang luar, dan suka melontarkan julukan yang menghasut kepada musuh-musuhnya dengan cara yang disamakan Montell dengan pidato Donald Trump. Gerbang Surga membuat para anggotanya memilih nama baru untuk mengikat mereka satu sama lain dan secara psikologis memisahkan mereka dari keluarga dan dunia luar. Montell mewawancarai seorang mantan anggota Gereja Scientology, yang mengatakan kepadanya bagaimana organisasi tersebut diduga melabeli setiap kritik terhadap metodenya sebagai “kejahatan tersembunyi” dan orang dalam yang skeptis sebagai “PTS,” atau “sumber masalah potensial,” sebagai cara untuk menstigmatisasi perbedaan pendapat internal.

Merek kultus, tanpa memaksa orang atau memungkinkan penyalahgunaan, mengandalkan kode linguistik yang sama untuk memikat pelanggan dan menimbulkan rasa memiliki. “Kata-kata dan intonasi” dari kelas kebugaran kultus seperti Peloton atau SoulCycle dapat “menempatkan olahragawan di ruang kepala yang transenden,” tulis Montell, sementara perusahaan pemasaran multilevel Amway mencirikan segala jenis negatif sebagai “pemikiran bau.” Influencer konsumeris telah memasuki lubang dalam sistem perawatan kesehatan Amerika, mencampur istilah medis dan psikoocehan menjadi koktail “kesehatan” yang menggoda. (Goop, sebuah artikel Quartz menunjukkan pada tahun 2017, menjajakan beberapa suplemen pseudoscientific yang sama seperti yang dilakukan Alex Jones dari Infowars.) Banyak kultus dan komunitas pemujaan — belum lagi individu yang berbeda sepertiBoris Johnson dan ibu saya—juga mengandalkan ungkapan yang disebut “klise pengakhiran pikiran”, yang menegaskan kepositifan sambil menutup debat. Cultish mengutip beberapa slogan yang digunakan oleh ahli teori konspirasi QAnon sebagai contoh: “Percayalah pada rencananya,” “Kebangkitan lebih besar dari semua ini,” dan “Lakukan penelitian Anda.” Klise yang mengakhiri pikiran, tulis Montell, adalah “tanda berhenti semantik,” dan isyarat bahwa setiap orang yang hadir harus menghentikan penyelidikan independen dan menerima garis partai.

Belajar mengenali bahasa pemujaan tidak secara otomatis menuntutnya. Di lemari pakaian saya ada T-shirt hitam lengan panjang yang saya beli secara online setelah melihatnya di Instagram: Tertera di sana adalah moto temukan apa yang terasa bagus , yang bisa menjadi mantra untuk, berbagai merek CBD, bahan katun. garis shapewear, atau kultus seks feminis palsu. Kenyataannya, itu adalah slogannya Adriene Mishler, seorang guru yoga berusia 36 tahun dari Austin, Texas, yang kelas gratisnya menargetkan penderitaan termasuk linu panggul dan ketidakpastian telah membawa saya dan jutaan orang lainnya.melalui satu tahun bekerja dari sofa. Seperti yang disarankan oleh motonya, Mishler mendorong peserta untuk bekerja sekeras yang dimungkinkan oleh tubuh mereka yang tidak sempurna. Ini juara moderasi, tidak berlebihan. Saya bekerja untuk sebuah majalah yang prinsip intinya (“semangat kemurahan hati,” “sense of belonging”) mendorong perasaan komunitas yang mendalam. “Afiliasi kelompok … membentuk perancah di mana kita membangun kehidupan kita,” tulis Montell. Apa yang cenderung kita abaikan, dia berpendapat, “adalah bahwa bahan yang digunakan untuk membangun perancah itu, bahan yang membuat realitas kita, adalah bahasa.”

 Baca Juga : Buku Karanganan j patrick lewis yang Sangat Menarik

Dalam pengertian itu, kita memilih kultus kita sendiri setiap hari, dan bahasa pemujaanlah yang membantu, mendorong, atau memaksa kita untuk melakukannya. Kami memilih kandidat politik yang manifesto-manifestonya yang dipoles sering kali mendapatkan liputan yang jauh lebih tidak berarti daripada liputan mereka yang tanpa filter. (“Malarkey” dan “Ayo, man” sama mendasarnya dengan merek Joe Biden seperti halnya “Lock her up!” bagi Trump.) Pekerjaan kita, aktivitas rekreasi kita, pembelian kita, dan rezim kebugaran kita diinformasikan oleh trik linguistik dan tics yang tidak jauh dari yang digunakan oleh para pemimpin sekte yang lebih jahat untuk mengendalikan pengikut mereka. Kadang-kadang, merek kultus dan kultus tumpang tindih. Montell mengutip prinsip-prinsip kepemimpinan 511 kata Amazon, yang diharapkan dihafal oleh karyawan, dan kebiasaan perusahaan mendorong karyawan “untuk memisahkan ide satu sama lain dalam rapat,” memiliki banyak kesamaan dengan Synanon, kultus ayahnya melarikan diri. Keith Raniere, pendiri NXIVM yang dipermalukan, menghabiskan karier awalnya dengan menjalankan organisasi pemasaran bertingkat, sebuah genre perusahaan yang mereknya sendiri berisi bahasa kultus yang dikomodifikasi dan spiritualitas. Montell menghabiskan beberapa bab untuk menganalisis.

Kesimpulan Montell bukanlah bahwa setiap orang harus waspada terhadap bahasa pemujaan, tetapi mereka harus menyadarinya: mengidentifikasi kekuatan pemaksaan bahasa, mempertanyakan pernyataan yang menghambat analisis, dan bersikap skeptis terhadap bahasa yang dimuat yang sengaja menimbulkan keadaan emosional yang meningkat atau menstigmatisasi orang luar. “Faktanya adalah bahwa sebagian besar gerakan modern meninggalkan cukup ruang bagi kita untuk memutuskan apa yang harus dipercaya, apa yang harus dilibatkan, dan bahasa apa yang digunakan untuk mengekspresikan diri kita,” tulis Montell. “Menyelaraskan retorika yang digunakan komunitas-komunitas ini, dan bagaimana pengaruhnya bekerja untuk kebaikan dan tidak begitu baik, dapat membantu kita berpartisipasi, apa pun yang kita pilih, dengan pandangan yang lebih jernih.”

Share this:

A PROMISED LAND By Barack Obama
Buku

A PROMISED LAND By Barack Obama

A PROMISED LAND By Barack Obama – Barack Obama adalah penulis yang baik seperti mereka datang. Bukan hanya karena buku ini menghindari pemborosan, seperti yang mungkin diharapkan, bahkan dimaafkan, dari sebuah memoar yang besar dan kuat, tetapi hampir selalu menyenangkan untuk dibaca, kalimat demi kalimat, prosa yang indah di beberapa tempat, detail yang terperinci dan jelas. Dari Asia Tenggara hingga sekolah yang terlupakan di Carolina Selatan, ia membangkitkan rasa tempat dengan tangan yang ringan namun pasti. Ini adalah yang pertama dari dua jilid, dan itu dimulai di awal hidupnya, memetakan kampanye politik awalnya, dan berakhir dengan pertemuan di Kentucky di mana dia diperkenalkan ke tim SEAL yang terlibat dalam serangan Abbottabad yang menewaskan Osama bin Laden

A PROMISED LAND By Barack Obama

 Baca Juga : Review Buku “Dilarang Mengutuk Hujan” Iqbal Aji Daryono

bookcafe – Fokusnya lebih politis daripada pribadi, tetapi ketika dia menulis tentang keluarganya, itu dengan keindahan yang dekat dengan nostalgia. Menggeliat Malia ke celana ketat balet pertamanya. Tawa Baby Sasha saat dia menggigit kakinya. Napas Michelle melambat saat dia tertidur di bahunya. Ibunya mengisap es batu, kelenjarnya dihancurkan oleh kanker. Narasi ini berakar pada tradisi mendongeng, dengan kiasan yang menyertainya, seperti penggambaran seorang staf dalam kampanyenya untuk Senat Negara Bagian Illinois, “mengambil sebatang rokoknya dan menghembuskan asap tipis ke langit-langit.” Ketegangan dramatis dalam kisah penghancuran gerbangnya, dengan Hillary Clinton di sisinya, untuk memaksa pertemuan dengan China di KTT iklim sama menyenangkannya dengan fiksi noir; tidak heran ajudan pribadinya Reggie Love mengatakan kepadanya setelah itu bahwa itu adalah “kotoran gangster.” Bahasanya tidak takut akan kekayaan imajinatifnya sendiri. Dia diberi salib oleh seorang biarawati dengan wajah “beralur seperti lubang persik.” Penjaga halaman Gedung Putih adalah “pendeta yang pendiam dari tatanan yang baik dan khusyuk.” Dia mempertanyakan apakah ambisinya adalah “ambisi buta yang terbungkus dalam bahasa pelayanan yang samar-samar.” Ada romantisme, arus yang nyaris melankolis dalam visi sastranya. Di Oslo, dia melihat ke luar untuk melihat kerumunan orang memegang lilin, nyala api berkelap-kelip di malam yang gelap, dan orang merasa bahwa ini lebih menggerakkan dia daripada upacara Hadiah Nobel Perdamaian itu sendiri.

Dan bagaimana dengan Nobel itu? Dia tidak percaya ketika dia mendengar dia telah dianugerahi hadiah.

“Untuk apa?” dia bertanya. Itu membuatnya waspada terhadap kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dia menganggap citra publiknya terlalu tinggi; dia mendorong pin ke balon sensasinya sendiri.

Perhatian Obama jelas bagi siapa saja yang telah mengamati karir politiknya, tetapi dalam buku ini ia membuka diri untuk mempertanyakan diri sendiri. Dan pertanyaan diri yang biadab. Dia mempertimbangkan apakah keinginannya yang pertama untuk mencalonkan diri bukan tentang melayani sebagai egonya atau pemanjaan dirinya atau kecemburuannya pada mereka yang lebih sukses. Dia menulis bahwa motifnya untuk berhenti mengorganisir komunitas dan pergi ke Harvard Law adalah “terbuka untuk interpretasi,” seolah-olah ambisinya secara inheren dicurigai. Dia bertanya-tanya apakah dia mungkin memiliki kemalasan mendasar. Dia mengakui kekurangannya sebagai seorang suami, dia meratapi kesalahannya dan masih memikirkan pilihan kata-katanya selama pemilihan pendahuluan Demokrat yang pertama. Adalah adil untuk mengatakan ini: bukan untuk Barack Obama kehidupan yang tidak teruji. Tapi berapa banyak dari ini adalah meringkuk defensif, upaya untuk menempatkan dirinya di bawah sebelum orang lain bisa? Bahkan ini dia renungkan ketika dia menulis tentang memiliki “kesadaran diri yang dalam. Kepekaan terhadap penolakan atau terlihat bodoh.”

Keengganannya untuk bermegah dalam setiap pencapaiannya memiliki tekstur tertentu, kerendahan hati dari Liberal Amerika yang Cemerlang, yang tidak terlalu salah seperti yang biasa, seperti pose yang banyak dipraktikkan. Ini membawa dorongan untuk mengatakan, sebagai tanggapan, “Lihat, ambillah pujian!”

Momen langka ketika dia mengambil kredit, dengan alasan bahwa tindakan pemulihannya membuat sistem keuangan Amerika bangkit kembali lebih cepat daripada negara mana pun dalam sejarah dengan kejutan substansial yang serupa, memiliki gema disonan karena sangat tidak biasa. Penilaian dirinya sangat keras bahkan tentang gerakan kesadaran sosial pertamanya di masa remajanya. Dia memberikan penilaian orang dewasa pada politiknya yang memandang pusar, melabelinya sebagai pembenaran diri dan sungguh-sungguh dan tanpa humor. Tapi tentu saja; itu selalu pada usia itu.

Kecenderungan ini, lebih gelap dari kesadaran diri tetapi tidak segelap membenci diri sendiri, tampaknya telah memberinya sesuatu yang murah hati, kemanusiaan yang sehat, kemurahan hati yang mendalam; seolah-olah dia dibebaskan dan dimuliakan dengan memperlakukan dirinya sendiri dengan tangan terberat. Maka dia berlimpah dengan pengampunan dan pujian, memberikan manfaat dari keraguan bahkan kepada mereka yang hampir tidak layak. Dia membuat pahlawan orang: Claire McCaskill memilih hati nuraninya untuk Dream Act, anugerah Tim Geithner selama pergolakan kehancuran keuangan, dukungan prinsip Chuck Hagel terhadap kebijakan luar negerinya. Kecintaannya pada lingkaran dalam semester pertamanya — Valerie Jarrett, David Axelrod, David Plouffe, Robert Gibbs, Rahm Emanuel — menggerakkan, seperti budaya kerja yang ia ciptakan, untuk tidak mencari kambing hitam ketika ada yang salah. Dia membuat poin untuk secara teratur membaca surat-surat orang Amerika biasa tidak hanya untuk mengikuti keprihatinan para pemilih tetapi untuk mengangkat semangatnya sendiri dan menekan keraguannya sendiri. Pada hari terakhir George W. Bush di Gedung Putih, Obama marah melihat pengunjuk rasa, berpikir bahwa “tidak sopan dan tidak perlu” memprotes seorang pria di jam-jam terakhir masa kepresidenannya. Sebuah respon manusia yang indah. Tapi ini menjadi Barack Obama, penuntut-diri yang luar biasa, dia dengan cepat menambahkan bahwa pasti ada unsur kepentingan pribadi dalam posisinya karena dia sekarang akan menjadi presiden.

 Baca Juga : Buku Karanganan j patrick lewis yang Sangat Menarik

Namun untuk semua penilaian dirinya yang kejam, hanya ada sedikit dari apa yang dibawakan oleh memoar terbaik: pengungkapan diri yang sebenarnya. Begitu banyak yang masih pada penghapusan dipoles. Seolah-olah, karena dia curiga dengan emosi yang berlebihan, emosi itu sendiri diredam. Dia menulis secara mendalam tentang mur dan baut yang melewati Undang-Undang Perawatan Terjangkau yang terkenal, tetapi dengan tidak adanya interioritas. “Saya suka wanita itu,” katanya tentang Nancy Pelosi, setelah percakapan telepon tentang satu-satunya cara untuk melewati filibuster Republik di Senat – dengan meloloskan RUU versi Senat di DPR. Tapi kita tidak bisa mendekati ukuran berapa harga emosional atau bahkan intelektual yang telah dia bayar untuk banyak penghalang jalan Partai Republik yang jahat yang membuat percakapan telepon itu diperlukan sejak awal. “Jika saya terkadang menjadi sedih, bahkan marah, atas banyaknya informasi yang salah yang membanjiri gelombang udara, saya bersyukur atas kesediaan tim saya untuk mendorong lebih keras dan tidak menyerah,” tulisnya. Dan orang langsung berpikir: jika?

Share this:

Review Buku “Dilarang Mengutuk Hujan” Iqbal Aji Daryono
Buku

Review Buku “Dilarang Mengutuk Hujan” Iqbal Aji Daryono

Review Buku “Dilarang Mengutuk Hujan” Iqbal Aji Daryono – Ini kali ke 3 aku membaca novel berkas 2 puluh satu artikel opsi yang bertajuk Dilarang Menyumpahi Hujan, buatan Iqbal Aji Daryono( IAD). Bukan sebab aku tidak mempunyai novel pustaka lain tidak hanya ini, tetapi sebab tiap kali aku berjumpa hujan serta mulai mau mengeluhkannya( karena sebagian hal aku jadi tertunda), tidak tahu mengapa ingatan aku senantiasa tertuju pada novel ini.

Review Buku “Dilarang Mengutuk Hujan” Iqbal Aji Daryono

 Baca Juga : Review Buku Berjudul All The Bright Places

bookcafe – Terlebih lagi sebab baru- baru ini negara kita acap kali diterpa cuaca kurang baik, banjir, gugur, serta angin cepat. Banyak yang beranggapan kalau hujan dengan keseriusan rimbun sampai berlebihan amat mempengaruhi kepada musibah itu.

Aku lalu terkenang dengan apa yang dituliskan IAD pada artikel Dilarang Menyumpahi Hujan, kalau hujan tuh mendekati cinta: beliau jadi bantuan cuma kala dicurahkan dalam jatah yang lumayan serta di dikala yang pas. Selebihnya, too much love will kill you.

Betul, memanglah betul- betul dapat menewaskan, menewaskan dalam arti literal. Kenyataannya, musibah itu sudah merenggut tidak sedikit jiwa.

Bolehkah Mengumpati Hujan

“ Lalu apakah kita jadi bisa mengumpati hujan? Senantiasa aku tidak berani. Pamali.” ucapnya. Aku juga tidak.

Ajakan supaya janganlah memarahi hujan, telah berulang kali beliau dengar ketika kecil. Tetapi untuk para orang berumur, mendingan menyudahi membagikan rasionalisasi atas pelarangan memarahi hujan. Cukuplah bilang,“ Nak, janganlah memarahi hujan.” Titik. Tidak harus neko- neko gunakan uraian objektif.

Dalam hidup ini, rasanya tidak seluruh perihal pantas dirasionalkan. Senantiasa terdapat sektor- sektor yang hendaknya didiamkan saja bermukim dalam zona rahasia, serta tidak harus diutak- utik lagi, sedemikian itu tuturnya. Serta betul, pasti saja aku akur.

Iqbal Aji Daryono: Kabar Kematian yang Biasa Saja

Untuk aku, esai- esai IAD yang dikemas dalam novel setebal seratus 6 puluh 6 laman ini, dengan cara totalitas menarik. Bermacam perihal yang sebelumnya nampak simpel, jadi penuh arti.

Macam realita kehidupan diolah sedemikian muka lewat cara perenungan yang matang, serta walaupun diracik dengan kalimat- kalimat yang seakan tidak mau melepaskan faktor kesederhanaannya, tetapi sangat terkesan elegan serta bergengsi.

Semacam pada salah satu esainya yang bertajuk Berita Kematian yang Lazim Saja, biarpun terasa enteng serta lezat dibaca tetapi senantiasa bermutu serta sarat arti.

Baginya, bersamaan dengan kerapnya kita mengikuti berita gelisah, tidak bimbang, kita lagi berkerumun ke suasana hati yang memandang kematian selaku suatu perihal yang seakan lazim. Wajar saja semacam tradisi setiap hari. Ini sangat seram.

Kala esoknya kita terus menjadi kerap mengikuti berita kematian, dapat jadi kita hendak terus menjadi ceroboh. Terus menjadi merasakan kematian selaku perihal ringan tiap hari yang biasa- biasa saja, yang dapat kita hadapi semata- mata dengan copas perkataan template:“ Innalillahi wainna ilaihi rojiun, ikut berkabung sedalam- dalamnya.”

Kayaknya, di hari seperti itu timbul kejadian manusiawi yang sebetulnya. Begitu IAD memungkasi artikel ini. Serta, lagi- lagi aku akur dengannya.

Iqbal Aji Daryono: Orangtua dan Ambisi

Membaca esai- esai IAD, membuat aku merasa seakan lagi menjelajahi lekuk- lekuk buah pikirannya sambil berlatih berasumsi kritis serta teliti dalam memandang subjek kehidupan dengan tidak common sense.

Lewat Orangtua serta Tekad, IAD membidik sikap orangtua yang ternyata mengajak anak buat masuk ke dalam hawa kompetisi segar serta bersih, ataupun supaya anak berlatih kuat dalam menyambut kekalahan, yang nampak bugil justru banyak orang yang mau anak mereka mencapai kemenangan dengan metode apa saja. Serta yang lebih mencengangkan, kejadian semacam ini nyatanya berjalan dengan padat, di mana- mana.

Ambalan orangtua yang memerintahkan kanak- kanak buat senantiasa menetek serta ngumpet di ketek mereka itu lalu berjalan. Kita memandang para administratur yang tanpa malu menyediakan kanak- kanak mereka buat maju jadi calon ini- itu. Selagi ayah mereka sedang memiliki daya serta massa. Hebatnya, dengan amat bebas serta penuh kebijaksanaan, kadangkala kala kita membagikan segunung permakluman( laman 139).

Takut Angka

Untuk yang sudah bersahabat dengan buku- buku IAD, pasti hendak amat memaklumi bila aku berterus terang senantiasa terpesona tiap kali mendapati tulisan- tulisannya. Gimana tidak? Semata- mata hasil pengecekan lab kesehatannya saja, dengan mudahnya dapat langsung diganti jadi suatu artikel yang bertajuk Khawatir Nilai.

Serta ingatan mengenai umurnya yang mulai merambah kepala 4 juga, mendadak dapat dielaborasi menciptakan sebagian alinea terkini. Aku kerap kali terbengong- bengong, gimana gagasan fresh itu dapat lalu berkembang serta tidak habisnya berantakan dalam kepalanya.

 Baca Juga : 5 Buku Terlaris di Kalangan Milenial

Dari Mana Candu Bermula

Juga begitu dengan artikel Dari Mana Kegemaran Berasal, IAD menceritakan kehidupan kaum Sasak yang nyaris semua masyarakat di situ memanglah hanya dapat berbicara Sasak. Lebih hebat lagi, mereka pula tidak tahu dengan dasar jauh versi meter- meteran begitu juga yang kita gunakan, tidak tahu pula sistem penanggalan Kristen, serta tidak tahu tidak tahu apa lagi. Karena mereka tidak sekolah. Mendadak yang terlalui merupakan keadaan sejenis keterbatasan akses, ataupun kebegoan, ataupun antipati pada perkembangan.

Toh faktanya mereka dapat senantiasa survive dalam suasana semacam itu. Alhasil rasanya hal sekolah serta tidak sekolah cumalah pertanyaan opsi.

Sialnya, kita kerap kali terletak dalam suasana tidak dapat memilah di tengah pilihan- pilihan. Tidak dapat menghasilkan keadaan mana suka betul- betul semata selaku hal mana suka. Senantiasa terdapat saja titik berat.

“ Kita tidak dapat hidup tanpa wifi. Kita tidak dapat hidup tanpa Instagram serta Tiktok. Kita tidak dapat hidup tanpa email serta Google Drive. Kita tidak dapat hidup tanpa Zoom. Kita tidak dapat hidup tanpa film call…”

Itu bukan suara para anak muda desa adat berbicara Sasak. Itu suara kita, yang telah kurang ingat gimana dahulu awal kali terhampar dengan makhluk- makhluk yang diucap itu, kemudian tahu, kemudian mengakses, serta kesimpulannya berakhir pada kecanduan

Aku senang dengan style menulis IAD yang terkesan memotong jarak dengan pembaca, mengarah berbicara lisan serta berkepribadian dialogis. Tiap kali membaca tulisannya, terasa seakan lagi berbicara dengannya. Sedemikian itu dekat, hampir tanpa sekat. Metode bertuturnya mengasyikkan, asyik, asyik serta tidak buat jenuh. Bila pada tutur pengantarnya Edi AH Iyubenu mengatakan IAD bagaikan pendulum, aku menyebutnya kegemaran.

Share this:

Review Buku Berjudul All The Bright Places
Buku Jurnalis

Review Buku Berjudul All The Bright Places

Review Buku Berjudul All The Bright Places – Novel ini menceritakan mengenai Theodore Finch, seseorang laki- laki yang terobsesi pada kematian. Belum apa- apa, narasi telah diawali dengan kehadiran Finch di langkan Tower Bel Sekolah. Beliau bernazar buat bunuh diri dengan turun dari situ. Tetapi, perihal itu terhentikan sebab seketika saja beliau memandang bukan cuma dirinya saja yang terletak di situ.

Review Buku Berjudul All The Bright Places

 Baca Juga : Riview Buku Berjudul Cara Berbahagia Tanpa Kepala

Yup, Violet Markey pula berdiri di melintas langkan dengan sepatu bot di tangannya. Tidak tahu memandang kakinya sendiri ataupun tanah di bawahnya. Kemudian, peristiwa sedemikian itu kilat antara siapa yang melindungi siapa. Berita tersebar selanjutnya merupakan Violet, sang bahadur Theodore Finch yang akan melompat dari langkan Tower Bel Sekolah.

bookcafe – Semenjak itu, Finch jadi terpikat dengan Violet. Beliau mencari ketahui, siapa itu Violet. Yang setelah itu beliau dapat data kalau Violet merupakan sang wanita yang aman dari musibah yang membunuh kakaknya, Eleanor Markey.

Kala pelajaran Geografi Amerika berjalan, dimana di kategori itu lah Finch serta Violet terletak di kategori yang serupa, Mr. Black, guru mereka membebankan buat membuat suatu golongan yang terdiri dari 2 orang buat melaksanakan ekspedisi saat sebelum mereka lolos dari sekolah. Sesungguhnya, itu atas ide Finch sih, haha. Tanpa ba- bi- bu, Finch melantamkan julukan Violet Markey buat segerombol dengannya, melaksanakan ekspedisi bersamanya.

Kemudian, gimana keseruan ekspedisi antara Finch serta Violet? Benarkah cuma keseruan yang mereka lewatkan sepanjang hari- hari saat sebelum kelulusan datang? Serta, terdapat apa dengan Finch yang senantiasa sering- kali timbul kemudian detik selanjutnya lenyap?

Ulasan:

Sebab saya telah sempat membaca Novel bertajuk Holding Up The Universe tadinya, tema yang diusung dalam Novel ini sedang serupa, ialah psikologis health issue. Dimana tokohnya yang hadapi tekanan mental sampai amat mau bunuh diri. Kecocokan yang lain dari penyusunan khas Jennifer Niven merupakan pengarang amat gamblang menokohkan kepribadian yang berencana bunuh diri.

Walaupun sedemikian itu, awal mulanya saya amat bimbang dengan Finch. Jika kemauan Violet membutuhkan bunuh diri telah nyata, beliau memiliki era kemudian, dimana beliau merasakan kesedihan yang mendalam yang apalagi dapat diucap beliau hingga guncangan buat menaiki mobil lagi semenjak musibah yang membunuh kakaknya, beliau apalagi hingga menyudahi menulis lagi sehabis itu. Sementara itu beliau memiliki web yang beliau untuk bersama kakaknya. Beliau merupakan jenis orang yang hendak amat mudah dikala menulis, tetapi lagi- lagi semenjak musibah itu keadaan itu jadi tidak beliau jalani kembali. Serta saya selaku pembaca merasa bisa paham alasan- alasan itu.

Sedangkan Finch? Saya apalagi bingung, kenapa? Apa yang menyebabkannya senantiasa mempertimbangkan mengenai kematian? Serta perihal itu terkini pengarang paparkan di medio mengarah akhir narasi.

Saya senang style bahasa pengarang yang enteng, tetapi memiliki insight di dalamnya. Semacam gimana beliau dalam deskripsi pula meningkatkan informasi- informasi kecil, sering- kali terdengar sepele, tetapi berarti sebab berhubungan dengan ceruk narasi yang dibentuk. Ilustrasinya, informasi- informasi simpel hal orang paling tinggi di bumi nyatanya berawal dari Indiana. Kemudian, berapa persen mungkin banyak orang yang mati bunuh diri diakibatkan gantung diri, minum kapsul, ataupun melompat dari ketinggian mempunyai ciri- cirinya tiap- tiap.

Pengarang pula menggambarkan Novel ini dari 2 ujung penglihatan figur yang berlainan. Finch selaku ujung penglihatan pria serta dengan bentrokan hati serta kasus hidupnya. Kemudian, Violet selaku ujung penglihatan wanita pastinya dengan bentrokan hati serta kasus hidupnya. Dikala merambah figur Finch, pengarang mengawali dari peristiwa hari dimana Finch senantiasa terpelihara, sedemikian itu berikutnya sampai beliau kian memahami dekat Violet.

Sedangkan dikala merambah figur Violet, pengarang menorehkan ceruk maju dengan dituliskan sebagian hari mendekati hari kelulusan Violet dari sekolah. Sebab itu lah yang beliau tunggu- tunggu, hingga kesimpulannya beliau memahami Finch.

Nah, yang membuatku terus menjadi menggemari style bahasa dari pengarang ini merupakan diksi terkini yang kutemukan. Sesungguhnya, ini tidak legal buat pengarang Jennifer Niven saja, semacam Novel alih bahasa yang lain yang misalnya ditulis oleh John Green juga saya merasakan perihal yang serupa. Akhirnya, sering- kali dalam membaca novel alih bahasa kita hendak terus menjadi mendapatkan banyak kosa tutur terkini kala membacanya.

Perihal yang lain yang kusukai dari Novel ini merupakan dikala Finch serta Violet silih berkirim catatan di Facebook. Dikala Finch mengambil perkataan yang diucapkan Virginia Woolf. Rasanya seperti dialog itu berkualitas serta terkesan aksi aja. Haha. Sebab di bumi jelas tidak sering amat sangat tak sih, dapat ngobrol nyambung ulasan sungguh- sungguh dengan laki- laki. Haha. Loh, jadi curhat?!

Bertepatan, saya pula jenis orang yang amat senang menorehkan keadaan terkini. Sebab saya suka membuka kepingan KBBI– tepatnya bukan kepingan sebab saya membaca KBBI V tipe digital. Selanjutnya kosa tutur terkini yang kuperoleh dikala membaca All The Bright Places:

Saya pula menggemari gimana pengarang mendefinisikan ekspedisi karyawisata Finch serta Violet ke bermacam wilayah di Indiana. Finch mempunyai ketentuan dalam ekspedisi mereka, ialah: tidak memakai handphone buat bawa mereka ke situ, melainkan membaca denah serta wajib meninggalkan suatu di tempat yang didatangi. Tidak kurang ingat memilah posisi yang hendak didatangi dengan cara bergantian antara ide Finch, kemudian ide Violet.

Perihal yang kerap kali kita lupakan dikala kita berjalan merupakan kita senantiasa mau menyambut. Dalam perihal ini ekspedisi misalnya keelokan panorama alam serta atmosfer momen yang dilewati dikala berjalan. Hingga, di sinilah menurutku sesuatu buah pikiran yang bagus sekali dikala Finch menorehkan wajib pula meninggalkan suatu selaku ingatan.

Meski saya amat asing dengan tempat- tempat yang didatangi Violet serta Finch, pendeskripsian tempat oleh Pengarang lumayan membuatku turut kagum alhasil mau mendatangi tempat itu pula.

Berikutnya, saya ingin memberikan kutipan- kutipan yang kusukai dari Novel ini serta mangulas mengenainya;

POV( ujung penglihatan) Finch dikisahkan, terdapat kerutinan istimewa yang dicoba bunda Finch pada buah hatinya dikala di meja makan. Oh betul, saat sebelum itu butuh kuceritakan hal keluarga Finch. Finch memiliki 2 kerabat wanita, Kate yang cuma bertaut satu tahun lebih berumur darinya, serta Decca yang sedang berumur 8 tahun. Bapaknya meninggalkan mereka serta lebih memilah membuat keluarga kecil senang barunya. Tetapi, mereka sedang kerap bertamu ke rumah Bapaknya tiap seminggu sekali.

Nah, balik lagi ke kerutinan istimewa yang sesungguhnya biasa yang dicoba bunda Finch dikala lagi makan malam dengan buah hatinya merupakan beliau hendak senantiasa bertanya gimana rutinitas buah hatinya sepanjang di sekolah. Persoalan simpel, memanglah. Tetapi, lumayan melukiskan atmosfer keluarga– walau Finch berasumsi itu cuma salah satu strategi ibunya buat berupaya nampak telah melaksanakan kewajibannya selaku kedudukan bunda.

Serta buat awal kalinya, semacam yang dituliskan pada cuplikan di atas. Finch yang umumnya bila ditanyakan gimana keadaannya di sekolah, beliau hendak menanggapi biasa- biasa saja serta terkesan ogah- ogahan sebab tidak terdapat yang menarik. Tetapi, perkataannya itu yang walaupun tidak ibunya serta Decca paham, jadi pergantian terkini untuk mereka.

Serta cuplikan itu dapat melating dari bibir Finch, sebab ekspedisi yang terkini saja beliau habiskan bersama Violet dalam bagan kewajiban karyawisata Mr. Black.

Jika yang satu ini, betul- betul sanggup menohokku lebih keras. perkataan ini menyadarkanku, yeah, dalam hidup yang menyakitkan ini kita wajib dapat menyambut gimana keadaannya. Susah, tetapi sedemikian itu lah hidup.

Sayangnya, kehadiran sahabat Finch semacam Charlie Donahue serta Brenda Shank selaku kedua orang sahabat yang dituturkan merupakan sahabat dekat Finch keberadaannya tidak kerap dituturkan dalam narasi. Tetapi, kebalikannya pada POV( ujung penglihatan) Violet, sahabat semacam Amanda, Rayn, Roamer sekali juga lebih terasa keberadaannya.

Bentrokan penting mulai mencuat dikala Finch serta Violet tidak kembali semalam suntuk serta terkini kembali besok paginya. Sementara itu, yeah, mereka cuma menghabiskan malam di Tower Purina serta tertidur di situ. Memo, apalagi tidak terjalin apa – apa.

Sayangnya, keyakinan penuh yang telah diserahkan orang berumur Violet– yang berbohong rasa tanggung jawab serta kasih cinta, yang sesungguhnya terkesan sangat turut aduk hal buah hatinya tersebut– membuat Finch tercoret dari catatan keyakinan menitipkan Violet bersama Finch. Mereka kesimpulannya tidak diperbolehkan berjumpa serupa sekali.

Apalagi keadaannya hingga amat rancu. Orang berumur Violet bertamu orang berumur Finch. Yang menimbulkan hingga papa Finch pula turut turun tangan. Dikala Finch serta Violet hingga rumah tiap- tiap, kedua orang berumur mereka telah menunggu mereka.

Terjalin suatu perselisihan antara Finch dengan bapaknya. Terdapat era kemudian, dimana Finch hingga dikala ini mempunyai garis sisa cedera jauh di perutnya. Serta perihal itu diakibatkan oleh Finch kecil yang tidak dapat apa- apa mengalami bapaknya yang marah. Tidak hanya cedera raga yang membekas di badannya, terdapat cedera hati era kemudian yang diakibatkan bapaknya yang kesimpulannya sedang dibawa oleh Finch sampai saat ini.

Saya mengenalinya dengan gelar innerchild. Innerchild merupakan cedera era kecil– perasaan marah, marah, pilu, kekecewaan– yang sedang dibawa sampai berusia oleh seorang. Perihal itu dapat memunculkan tanpa siuman, bila perihal itu diakibatkan oleh orang berumur, kita hendak memusuhi orang berumur kita. Perasaan itu bawa akibat minus. Serta kurasa, itu lah yang terjalin pada Finch.

Ini pula ditafsirkan pada dikala dimana Finch dikisahkan amat penuh emosi, dikala beliau kecil sempat terdapat seekor burung yang lalu melanggarkan diri dengan mematuk- matuk paruhnya di patio rumahnya. Beliau memohon pada kedua orang tuanya supaya burung itu dibawa masuk ke rumah serta didiamkan dipelihara di rumah. Hendak namun kedua orang berumur Finch tidak memperbolehkan, sampai kesimpulannya naas burung itu mati. Finch merasa, perihal itu tidak wajib terjalin bila saja Finch bawa masuk burung itu. Apalagi hingga beliau beranjak bersandar di kursi tua sekolahnya saat ini, beliau sedang bawa benak penyanggahan kekecewaan era kemudian itu.

Balik lagi ke perselisihan Finch dengan bapaknya. Rasanya amat amat iba, ketat, saya sedang ingat perasaanku dikala membaca bagian itu. Air mataku gugur sedemikian itu saja. Saya merasakan, betul, memanglah kadangkala kali yang melukai kita sedemikan sakitnya merupakan orang terdekat kita sendiri. Di mari orang berumur, Papa Finch.

Bersinambung ke bentrokan selanjutnya, dikala Finch mulai tidak terdapat berita. Jadi, sepanjang tidak diperbolehkannya Finch serta Violet berkaitan lagi, mereka melanggarnya. Mereka apalagi lalu berjumpa di sekolah serta di luar sekolah. Tetapi, sesuatu hari Finch lenyap. Violet bertanya kehadiran Finch pada keluarga Finch. Ternyata kebingungan yang mencuat dari bentuk wajah keluarga Finch, mereka berkata Finch memanglah kerap begitu. Sangat beliau cuma lagi berlari ke sesuatu tempat serta tentu hendak kembali.

Finch kembali terus menjadi mempertimbangkan mau memberhentikan hidup. Beliau apalagi hingga mengutip pil- pil obat tidur kepunyaan ibunya serta menenggak semua botol itu. Tetapi, setelah itu beliau tersadar. Beliau lekas mengeluarkan apa yang beliau minum serta lekas berlari ke rumah sakit. Serta di mulai dari mari lah saya ketahui Finch menderita bipolar. Yup, terjawab telah kenapa Finch terobsesi pada kematian, beliau mempertimbangkan gimana metode beliau bunuh diri tiap harinya, apalagi mencatatnya.

Tidak terdapat yang ketahui peristiwa itu, dikala beliau dirawat sedangkan di rumah sakit. Kesimpulannya, Finch menciptakan suatu komunitas Life is Life. Life is Life ialah perkumpulan banyak orang yang merasa tekanan mental serta sempat berupaya buat memberhentikan hidup mereka yang bermaksud buat mencari pencerahan serta antusias hidup kembali. Di situlah beliau berjumpa tidak terencana dengan Amanda, sahabat Violet, orang yang pula kerap membulinya, berkata Theodore abnormal.

Lumayan memerangahkan terdapat Amanda di situ. Nyatanya Amanda menderita bulimia, ialah kemauan lalu makan tetapi mengeluarkan kembali isi makanannya. Sementara itu beliau Amanda. Amanda sang wanita terkenal, memiliki segalanya. Tetapi, sempat merasakan mau berupaya melaksanakan bunuh diri.

Di mari pengarang berikan catatan, orang sepopuler apapun dirimu, psikologis illness dapat melanda siapa saja. Apalagi Rayn, laki- laki terkenal yang pula mantan pacar Violet itu merupakan seseorang kleptomania. Kleptomania merupakan penyakit psikologis yang berencana mencuri beberapa barang kepunyaan orang lain, sekalipun benda itu tidak bermanfaat.

Hingga kesimpulannya Amanda mengadukan perihal itu pada Violet. Dikala Violet kesimpulannya berjumpa kembali dengan Finch, beliau akan bertanya perihal itu. Apa betul Finch berupaya bunuh diri. Tetapi, memandang Finch yang saat ini membuat Violet mau membiarkan perihal itu. Beliau senantiasa Finch yang Violet tahu. Memanglah kira- kira berlainan, Finch jadi menggemari lemarinya serta bermukim di situ. Membuat ruang rahasia, membuat kehidupan di dalam lemarinya.

Violet belingsatan. Terdapat yang abnormal dengan Finch. Violet mau menolong Finch. Hingga beliau juga memberitahukan mengenai Finch yang memerlukan bantuan pada kedua orang tuanya. Awal mulanya mereka marah, tidak dapat nyatanya buah hatinya sedang berkaitan dengan Finch. Tetapi, kesimpulannya orang berumur Violet berupaya menolong. Mereka bertamu bunda Finch serta menelepon psikiater buat Finch. Tetapi, usahanya nihil. Finch terus menjadi tidak dapat ditemui. Beliau lenyap, lagi.

Klimaksnya, ini hendak jadi spoiler, lumayan kuperingatkan buat kalian yang tidak menggemari spoiler, silakan skip bagian ini.

Sesuatu hari Kate tiba ke rumah Violet, bertanya apakah beliau ketahui dimana Finch terletak. Sebab umumnya tiap sabtu, Finch hendak mengirimi berikan mereka berita melalui catatan. Tetapi, kali ini terdapat yang abnormal dengan catatan yang dikirim Finch. Yang nyatanya sebagian menit dari catatan yang dikirim Finch pada keluarganya, beliau pula mengirimi Violet catatan abnormal. Seolah beliau hendak berangkat serta tidak kembali. Serta bukan cuma Violet serta keluarganya yang memperoleh catatan itu, Charlie, serta Brenda sahabat dekat Finch juga memperoleh catatan tiap- tiap.

Bunda Finch mengamanatkan pada Violet, bisa jadi Violet ketahui kemana Finch, buat mencarinya. Violet juga merambah kamar Finch serta mengitari isi kamar Finch. Kesimpulannya beliau merambah lemari, ruang rahasia Finch serta menciptakan sebagian post it yang ditempelkan di bilik dalam lemari dengan antrean kata- kata yang berbeda- beda. Beliau juga menata perkata itu jadi suatu perkataan. Betul! Finch pasti aja meninggalkan catatan.

Violet , beliau ketahui dimana Finch berangkat. Itu merupakan tempat yang sempat Finch serta Violet datangi selaku cetak biru kelasnya. Air merupakan tempat yang Finch gemari. Violet juga berangkat ke telaga, dimana beliau sempat ke situ bersama Finch. Telah sebagian kali beliau menyelam ke dasar, tetapi beliau tidak lumayan kokoh menahan nafas di dalam air sepanjang yang dapat dicoba Finch. Beliau juga kesimpulannya memohon dorongan, menelepon polisi.

Serta semacam yang telah kita dapat memprediksi gimana ini hendak selesai. Tak! Tak! Tak! Mengapa Finch kesimpulannya wajib tidak?! Beliau tewas. Polisi serta keluarga merumuskan kalau kepergiannya merupakan suatu musibah. Tetapi, Violet ketahui kalau itu merupakan aksi bunuh diri. Bisa jadi seluruh orang ketahui, cuma saja berupaya memudahkan kondisi. Betul, anda tidak hendak dihakimi bila anda tewas sebab musibah. Tetapi, kebalikannya. Bila kalian tewas sebab bunuh diri hendak senantiasa terdapat stigma di situ.

Catatan yang di informasikan pengarang sangat menohok batin pembaca. Pengarang sanggup menjabarkan narasi dengan arti serta catatan yang menyentil siapa juga yang membacanya. Saya luang membaca salah satu keterangan di suatu web goodreads serta salah satu pembaca itu membagikan suatu keterangan yang berkata kalau kalian tak wajib hadapi tekanan mental dahulu, terbuat kehabisan seorang yang bernilai terlebih dulu, kalian pula tak wajib berumur remaja- dewasa belia buat dapat memahami serta tertampar pula menggemari narasi ini. Yup, saya sepakat dengannya.

Meski kalian bukan banyak orang yang dituturkan di atas, pengarang kembali menyadarkan batin tiap orang buat hirau. Betul, kurasa hirau merupakan tutur yang pas buat melukiskan gimana ending narasi ini sepatutnya tidak terjalin. Bila saja, seluruh orang ingin hirau.

 Baca Juga : 5 Buku Terlaris di Kalangan Milenial

Pengarang pula membagikan catatan tersirat kalau buat tidak menyepelehkan orang lain. Teruji dari Finch kita berlatih, beliau memanglah nampak senantiasa berperan semau hatinya. Populer kira- kira anak jalanan dampak perkelahiannya dengan Roamer. Tetapi, banyak orang justru menjulukinya Theodore sang abnormal.

Sedemikian itu pula dikala Finch lenyap, tidak terdapat yang betul- betul hirau buat ingin ketahui, dimana beliau terletak. Tidak sahabatnya, tidak pula keluarganya. Mereka cuma yakin kalau Finch memanglah semacam itu. Menyepelehkan, menyangka Finch cuma abnormal.

Serta menyebalkannya lagi dikala Finch kesimpulannya tewas bumi, banyak orang yang kerap memanggilnya sang abnormal tiba seakan mereka turut merasa berduka cita. Ataupun bisa jadi memanglah mereka terkini siuman, jika aksi mereka kelewatan.

Novel ini baik amat sangat buat dibaca oleh siapapun. Berapa juga usiamu. Sebab tema psikologis illness memanglah jelas terdapatnya. Tema yang wajib diperoleh faktanya, bukan diteriaki kalian abnormal! Kalian edan! Enggak, psikologis illness itu jelas terdapatnya, betapa bagusnya jika kita lebih aware kepada seluruh orang. Seberapa bagus ataupun jeleknya seorang, mereka layak diperlakukan bagus. Sebab tiap orang memiliki angka juangnya tertentu dengan hidupnya. Kita tak sempat ketahui gimana hari- hari yang orang lain lalui. Menghormati serta hirau merupakan kunci.

Jadi, buat kalian yang telah membaca novel ini gimana tanggapannya? Oiya, suatu bonus novel ini telah dapat dibaca dengan cara sah di aplikasi Ipusnas loh.

Share this:

Review Buku Menggugat Freeport: Satu Jalan Penyelesaian Konflik
Buku

Review Buku Menggugat Freeport: Satu Jalan Penyelesaian Konflik

Review Buku Menggugat Freeport: Satu Jalan Penyelesaian Konflik – Buku berjudul “Menuntut Freeport dengan Resolusi Konflik” ini terbagi dalam 10 bab. Buku ini ditulis oleh Markus Haluk. Markus Haluk adalah tokoh muda yang sudah lama prihatin dengan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh Freport. Edisi pertama dicetak oleh Penerbit Deiyai ​​pada tahun 2014. Panjangnya 125 halaman dan ISBN 978-602-03-17071-59.

Review Buku Menggugat Freeport

 Baca Juga : Tips Membuat Review Buku Agar Tampil Maksimal 

bookcafe – Bagian pertama disertai pengantar oleh Hans Magal, pemilik hak ulayat Nemangkawi yang menjelaskan bahwa Gunung Nemangkawi dalam peradaban suku Amungme merupakan simbol kehidupan yang sangat sakral. Simbol sakral ini membentuk identitas, harga diri, semangat dan inspirasi hidup dalam kehidupan marga Amungme, pemilik dan penduduk sekitar Nemangkawi. Gunung Nemangkawi telah diwariskan secara turun-temurun dan selalu menjadi sumber inspirasi dan ilmu pengetahuan, terutama dalam proses pembentukan masyarakat Amungme yang sesungguhnya.

Orang Amungme tidak diwariskan angka serta norma adat buat mengucilkan, memalsukan serta mengecilkan orang lain ataupun ahli lain dalam melaporkan kepemilikan hak hidup serta hak atas kepemilikan batas – batasnya area hidupnya. Prinsip hidup itu diwariskan dari angkatan ke angkatan hingga dikala ini.

Biarpun besarnya arus serta adat luar yang masuk diwilayah hidup orang Amungme tetapi adat terkini itu dan merta bisa menghilangkan angka serta norma yang sudah terdapat turun temurun.

Pada faktanya terus menjadi nampak pengkotak- kotakan serta pengelompokan area hidup atas hak ulayat atau kepemilikan Nemangkawi pula membuktikan kerenggangan dalam dampingi ahli disekitar Nemangkawi. Seluruh situasi ini ialah karena dampak dari satu angka serta norma terkini yang terjalin dampak kebutuhan sedetik.

Freeport Indonesia lagi menggali tembaga yang memiliki endapan ketiga terbanyak di bumi, sebaliknya buat kencana menaiki antrean awal serta diprediksi dilokasi yang serupa pula ada endapan uranium selaku materi tenaga nuklir, yang biayanya pasti berulang kali bekuk lebih mahal dari pada tembaga serta kencana.

Pertanyaannya apa yang didapatkan oleh pemilik Ulayat selama ini?

Amatan Imparsial menciptakan kalau perkara pertambangan tembaga oleh Freeport Indonesia memanen permasalahan dalam kaitannya dengan perebutan tanah ulayat kepunyaan kaum Amungme yang bercokol disekitar area pertambangan ditambah lagi keikutsertaan tentara Indonesia dalam melaksanakan kontrol kepada posisi pertambangan Freeport. Akhirnya kaum Amungme meninggalkan tanah leluhurnya di gunung yang dipahami Freeport serta setelah itu alih ke Aria, Waa, Tsonga serta Norma sebab bermacam kesalahan yang dicoba oleh Freeport Indonesia.

Dalam Novel Menggugat Freeport Sesuatu Jalur Penanganan Bentrokan, ayat awal Menguraikan Mengenai Freeport Dari Titik Nihil. Dibagian dini novel ini Pengarang mengambarkan kekayaan alam Papua sudah mengundang atensi banyak orang dibelahan Eropa. Pada tahun 1760- an pemanfaatan dicoba, walaupun hingga temuan- temuan barang- barang abnormal serta sangat jarang.

Jauh tadinya pada 1623, Jan Cartensz melaut di sejauh pantai tenggara kepulauan Papua. Jan Cartensz jadi orang awal yang memandang pucuk gunung paling tinggi yang di tutupi salju bernama Cartensz, setelah itu diabadikan buat julukan gunung itu, yang saat ini diketahui dengan julukan orang Papua dalam bahasa Amungkal, Nemangkawi.

Pada tahun 1936, suatu golongan penjelajahan melaksanakan ekspedisi ke pegunungan Cartensz, terdiri dari Anton Hendrik Colijin, Frigat Julius Wissel serta Jean Jacques Dozy. Ketiga orang itu menaiki serta sukses menggapai pucuk Cartenz. Penjelajahan ini diketahui dengan julukan penjelajahan Colijin, yang setelah itu jadi memo berarti untuk penjelajahan golongan yang lain yang mempelajari pangkal kekayaan alam Papua.

Pada Tahun 1967 setelah Forbes Wilson menciptakan isi kencana di Nemangkawi ataupun sebagian durasi sehabis Suharto dilantik selaku Kepala negara pada 7 April 1967, pemanfaatan diawali. Suharto membagikan sertifikat ke industri tambang Amerika sindikat, Freeport Sulplur, saat ini Freeport McMoRan, buat menggali di pegunungan Hertzbeeg di kabupaten Fakfak, Irian Barat. Saat ini posisi itu beberapa besar masuk zona izin Freeport di Timika.

Masuknya Freeport Sulphur ke Papua dibantu dengan lahirnya UU No 1 Tahun 1967 mengenai penanaman modal asing, yang disahkan pada 10 Januar 1967.

UU Penanaman Modal Asing itu diatas didesain semenjak dini dengan mengaitkan pihak asing dalam formulasi, kategorisasi, serta membenarkan ayat untuk ayat sampai cara pengesahan UU itu. Perihal itu dikenal industri konsultan Amerika Van Sickle Asociates, yang berkantor pusat di Denver, menolong para administratur sistem terkini kategorisasi modul UU PMA semenjak 1966.

Freeport serta Penanam modal Asing memandang Soeharto yang kontra kapitalis serta antikolonialis itu selaku batu ganjalan besar buat mengeruk kekayaan di Irian Barat. Tumbangnya Soeharto selaku momentum yang ditunggu menunggu.

Setelah Soekarno dituntut memberikan kewenangan pada Soeharto pada 12 Maret 1967, satu bulan setelah itu UU PMA disahkan serta pada 7 April 1967, serta Penguasa RI memaraf kontrak buatan awal, lebih dini 2 tahun dari Determinasi Opini Orang( PEPERA) 1969. Perihal ini terdapat kaitannya dengan lobi- lobi Elsworkth Bunker yang menganjurkan New York Agreement 1962 serta Time Agreement 1969. Dibagian dini ayat awal Pengarang melukiskan dengan cara utuh di novel itu.

Berikutnya di ayat kedua Pengarang melukiskan kejadian manusiawi di zona Freeport. Dibagian kedua ini pula Pengarang membagikan cerminan kalau tiap upaya ataupun bidang usaha terpaut keamanan kegiatan merupakan aspek yang amat vital. Kehadiran PT Freeport Indonesia lupa dalam sebagian peristiwa keamanan pegawai di zona Freeport.

Sebaliknya dibagian bagian ketiga Pengarang membagikan cerminan mengenai anggaran satu persen. PT. Freeport Indonesia mengucurkan anggaran satu persen buat kaum Amungme serta Komoro dan 5 kaum yang lain dikawasan areal tambang di Kabupaten Mimika. Merujuk sejarahnya, anggaran satu persen lahir dari peperangan banyak orang Amungme serta suku- suku saudara yang lain yang melaksanakan perlawanan kepada Freeport.

Tetapi dalam dalam perjalanannya anggaran satu persen ini jadi pangkal bentrokan yang hebat serta jauh. Semenjak pembedahan hingga dengan 1996 kemudian terjawab anggaran satu persen, belum lagi perkara pembedaan presentase penjatahan anggaran itu. Pembedaan lain yang dirasakan oleh warga Owner Ulayat yang lain merupakan pendapatan daya kegiatan.

Tidak hanya anggaran satu persen serta pembedaan kepada pendapatan daya kegiatan.

Pada ayat berikutnya Pengarang membagikan cerminan mengenai kontrak buatan yang dicoba dibawa ketek antara Penguasa Indonesia serta PT Freeport dengan mempertaruhkan kebutuhan warga owner ulayat semacam yang nampak dalam perundingan penguasa pusat dengan Freeport, partisipasi Freeport untuk Indonesia, perundingan Gubernur Lukas Enembe dengan Freeport.

Di ayat 5 Pengarang pula berikan menarangkan perlawanan orang Papua kepada Freeport. Perlawanan orang Papua kepada Freeport terjalin dampak penandatanganan kontrak buatan awal antara Penguasa RI serta PT. Freeport tanpa sedikitpun persetujuan dengan warga Amungme serta Komoro selaku owner hak atas tanah, hutan, gunung serta air sudah mengundang permasalahan sungguh- sungguh dalam hidup kaum Amungme serta Komoro. Mereka jadi tersendat.

Pada tahun 1967 Freeport serta kontraktornya Bachel Pemeroy dibawah arahan Jhon Curry masuk tanpa memohon persetujuan ke dalam ngarai Waa serta Banti. Memandang kelakuan Freeport beberapa masyarakat ngarai ini, dibawah arahan Tuarek Natkime melaksanakan keluhan. Alasannya, PT Freeport bersama kontraktornya menggusur tumbuhan orang serta mulai membuat helipad serta base- camp dibawah.

Warga Amungme dengan dengan siuman menentang orang asing diwilayah kehidupannya tanpa memohon permisi. Area Peyukate yang investigasi itu bersebelahan dengan Yelsegel serta Ongopsegel, area bertuah kaum Amungme yang bermukim di Ngarai Waa serta Banti.

Perlawanan orang diawali semenjak itu serta Freeport lalu menindas dengan daya Tentara Nasional Indonesia(TNI) serta Polri, berikutnya kekerasan untuk kekerasan lalu terjalin di areal Freeport semenjak pembedahan hingga dikala ini. Perlawanan untuk perlawanan orang lalu menembus terjalin dengan bermacam metode, tercantum menggugat Freeport di New Orleans AS, Peperangan Angkatan Belia AMPTPI hingga pada Kontrak Buatan awal serta kedua ditaksir tulis hukum serta akhlak.

Ayat 6 melukiskan hancurnya peradaban Amungsa, dimana pada tahun 1973 masyarakat Mimika kurang dari 10. 000 orang, kemudian meningkat jadi 60. 000 orang pada tahun 2021 berjumlah 311. 211. Dari informasi diatas, masyarakat pendatang lebih besar dibanding masyarakat asli Papua. PT. Freeport Indonesia memakai masyarakat pendatang lebih banyak dari pada masyarakat asli Mimika Papua. Kedatangan Freeport membuat runtuhnya peradaban Amungme serta Komoro di alam Amungsa.

Berikutnya di ayat 7, Pengarang membagikan cerminan atas kegentingan tapal batasan, dimana penjelajahan awal di Nemangkawi sudah menimbulkan beban jauh. Beban orang Amungme tidak menyambangi henti kala kontrak buatan Freeport bersinambung sepihak oleh Penguasa Pusat serta PT Freeport Indonesia tanpa mengaitkan Owner Ulayat.

Ayat 8, Pengarang dengan cara nyata menguak Januari Agreement, ialah momentum pertemuan 8 Januari 1974, dimana Freeport, Penguasa serta Owner Nemangkawi terkumpul yang diketahui dengan pertemuan segitiga. Penguasa Indonesia diwakili oleh Penguasa Provinsi Irian Berhasil serta Tom Beanal salah satu figur Amungme, menggantikan owner Nemangkawi melahirkan sesuatu akad Januari Agreement, suatu akad yang memastikan ceruk asal usul Bangsa Papua. Sayangnya pada akad itu, menghilangkan warga Amungme, Owner Tanah ditambang Freeport.

Berikutnya di Ayat 9 Pengarang menulis Alfa serta Omega di Meja Negosiasi. Dibagian ini Pengarang dengan cara gamblang menarangkan perbincangan selaku tahap terbaik dalam menuntaskan banyak permasalahan paling utama terpaut dengan permasalahan kepemilikan tanah hak ulayat Nemangkawi. Dengan perbincangan permasalahan dapat dituntaskan lebih bergengsi. Hingga penanganan kepemilikan tanah ulayat yang jadi area pembedahan penambangan dipertemukan dalam meja negosiasi antara Freeport serta kaum Amungme paling utama ahli besar Magal, Natkime, Beanal, Kum, Bugaleng, serta Omaleng.

Inti negosiasi ahli Magal, Natkime, Beanal, Kum, Bugaleng, Omaleng serta owner Nemangkawi dengan Freeport merupakan menggapai perjanjian terkini mengarah kondisi yang lebih bagus alhasil senang tidak senang ingin tidak ingin pemecahan wajib dilahirkan.

Pilihannya merupakan semenjak negosiasi dicoba Kaum Amungme Owner Nemangkawi yang dibantu oleh seberinda orang Papua memberhentikan sedangkan pembedahan tambang sepanjang dalam cara negosiasi dengan terbuat jenjang negosiasi, partisipan negosiasi serta jembatan atas negosiasi.

Ayat 10 ialah bagian akhir bermuatan pengepresan pada 3 perihal; ialah awal owner Nemangkawi merasa orang diluar kaum Amungme sudah mengganggu angka peradaban kaum Amungme paling utama dengan terencana menyangka tidak terdapat orang yang hidup disekitar gunung Nemangkawi. Tidak betul asumsi Freeport kalau tidak terdapat owner Nemangkawi. Orang Amungme merupakan owner legal Nemangkawi.

Kedua, diluar orang Amungme merasa sepanjang ini Freeport sangat membagikan atensi serta sokongan pergantian atas pemakaian tanah tanah kepunyaan kaum Amungme dengan cara sepadan, tetapi kenyataan mengatakan lain.

Seluruh percakapan serta akad jauh dari impian serta orang Amungme hidup dalam garis kekurangan, banyak pengangguran, serta jeleknya sarana biasa.

 Baca Juga : 5 Buku Terlaris di Kalangan Milenial

Ketiga, tidak terdapat tutur telanjur buat berjuang memperoleh kesamarataan. Orang Amungme bertahan diatas berpenyakitan serta pergumulan jauh untuk memperoleh kesamarataan dengan cara bergengsi. Hingga, warga Amungme akur mencari jalur negosiasi. Bersandar bersama serupa dengan para pihak buat menuntaskan bentrokan di tanah ini dengan cara rukun serta terbuka.

Novel Menggugat Freeport Sesuatu Jalur Penanganan Bentrokan ini dapat mendesak negosiasi buat menuntaskan bentrokan tanah ulayat Amungme serta Freeport. Saat ini waktunya bersuatu mencapai tujuan serta angan- angan bersama ialah pengakuan bukti diri harga diri serta kesetaraan hak asas kaum Amungme dimuka alam ini.

Share this: